Indonesia Akan Jadi Eksportir Cabai dan Bawang

udin abay | Sabtu, 11 Februari 2017 , 18:09:00 WIB

Swadayaonline.com - Kementerian Pertanian (Kementan) melakukan pencanangan, bahwa tahun 2045 Indonesia akan menjadi lumbung pangan dunia. Pencanangan tersebut di ungkapkan Menteri Pertanian (Mentan), Andi Amran Sulaiman, bahwa Indonesia harus menjadi produsen yang mampu memenuhi kebutuhan pangan dunia.

Dalam menyukseskan pencangan tersebut, Sekretaris Direktorat (Setdit) Hortikultura, Yazid Taufik juga menegaskan bahwa 2045 Indonesia akan menjadi eksportir cabai dan bawang merah. “Untuk menuju kesana, roadmapnya sudah disusun, walaupun sebenarnya kita sudah mulai ekspor dan tidak ada impor cabai dan bawang merah lagi. Jadi, mulai sekarang kita sudah belajar menjadi eksportir. Karena kebutuhan cabai dan bawang merah sudah bisa dipenuhi produksi dalam negeri,” tegasnya.

Untuk menjadi eksportir dunia, pemerintah akan meningkatkan produktifitas lahan, meningkatkan profesionalisme petani dengan kelembagaan yang kuat, pada implementasi penggunaan lahan yang tinggi, melakukan pembinaan, memfasilitasi petani untuk berproduksi, dan melakukan integrasi farming, sehingga produksipun menjadi tinggi. Dengan demikian mudah untuk memenuhi kebutuhan nasional maka kedepannya akan ekspor.

Ekspor tersebut menurutnya bukan hanya dalam bentuk bahan mentah, tapi hasil olahan seperti sambel fasta dan lainnya. “Saya pikir mudah untuk mewujudkannya, karena sumber daya manusia kiat sangat bagus dan lahan banyak, tapi tetap ditentukan spirit dan semangat dari rakyat. Untuk menjadi eksportir, juga harus diikuti dengan mencintai produk dalam negeri, sehingga petani akan lebih bersemangat untuk tetap produksi,” tambahnya.

Tingginya harga cabai yang terjadi akhir-akhir ini, menurut Yazid karena pengaruh psikologis market yang memiliki effect domino kepada semua lini dalam rantai pasok dari komoditas tersebut. Mudahnya mengakses informasi kenaikan harga di Jakarta yang diciptakan market, membuat petani ikut menaikkan harga. Menurutnya naiknya harga yang terjadi saat ini sangatlah tidak wajar.

“Bila dilihat produksinya, nyatanya ketersediaan cabai di pasar-pasar mencukupi bahkan pasokannya bertambah. Supply-demain juga berjalan normal. Faktor ongkos distribusi, produksi dan budidaya tidak meningkat, harga pupuk dan benih masih tetap. Jadi kalau harganya naik sampai 600 persen, itu sangat tidak wajar,” ungkap Yazid.

Yazid menambahkan akibat perubahan iklim/pengaruh hujan, memang ada penurunan produksi di beberapa daerah sentra produksi tetapi daerah lain produksinya malah meningkat. Sehingga ketersediaan cabai di Indonesia masih terpenuhi. Jadi sangat tidak masuk masuk akal kalau petani menaikkan harga sangat tinggi, karena mengikuti kenaikan harga yang dibuat oleh pasar, sedangkan semua biaya produksi masih tetap dan tidak ada kenaikan.

“Biasanya petani menjual dengan harga Rp. 15 ribu/Kg, dan itu sudah mendapatkan keuntungan. Tapi kalau saat ini dijualnya Rp. 70 ribu/Kg, untungnya sangat bellipat dan pedagang juga ikut menaikkan harga, sehingga sampai di konsumen harga melambung sangat tinggi. Jadi informasi kenaikan harga di Jakarta, yang diikuti kenaikan harga di tingkat petani itu tidak bisa dinafikkan,” tegasnya. SY