Update Kinerja Puslitbang Tanaman Pangan

udin abay | Senin, 19 November 2018 , 13:56:00 WIB

Swadayaonline.com - Berbagai inovasi teknologi strategis nasional,d untuk sektor pertanian, telah dihasilkan oleh Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Kementerian Pertanian melalui Pusat Penelitian dan Pengembangan (Puslitbang) Tanaman Pangan. Inovasi yang dihasilkan bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan petani dan masyarakat. Melalui inovasi teknologi ini juga, Pemerintah berupaya untuk mendorong sistem dan usaha pertanian di Indonesia yang efisien dengan memanfaatkan sumberdaya pertanian secara optimal, sesuai dengan paradigma program pembangunan pertanian berkelanjutan.

Selama tahun 2018, Puslitbang Tanaman Pangan memfokuskan diri pada program pengembangan inovasi teknologi untuk komoditas padi, jagung dan kedelai (Pajale), selain pengembangan komoditas tanaman pangan lainnya. Kepala Puslitbang Tanaman Pangan, Dr. Ir. Moh. Ismail Wahab, M.Si mengungkapkan bahwa salah satu inovasi teknologi yang telah dihasilkan yaitu paket teknologi Largo Super, suatu teknologi yang merupakan teknologi produksi untuk padi gogo yang cocok dilakukan pada pertanaman di lahan kering.

Padi

Largo Super ini terdiri dari penggunaan varietas baru (VUB) padi dan kombinasi dengan agensia hayati, sehingga dapat memberikan pertumbuhan optimal serta melindungi dari hama dan penyakit yang dominan terdapat di lahan kering. “Kami sudah membuat dem-farm dengan menggunakan teknologi Largo Super di Kabupaten Kebumen seluas 100 hektar. Dengan penerapan teknologi yang tepat, produksi padi meningkat hingga mencapai 7-9 ton per hektar”, ujar Ismail. Selain teknologi Largo Super, selama tahun 2018 Puslitbang Tanaman Pangan juga telah melepas beberapa VUB padi untuk berbagai agro-ekosistem yang terdiri dari Purwa dan Inpara 10 BLB untuk ekosistem rawa, Siliwangi Agritan, Padjadjaran Agritan, dan Cakrabuana Agritan untuk ekosistem sawah irigasi, serta Luhur 1 dan Luhur 2 untuk ekosistem lahan kering dataran tinggi. Yang terbaru, telah dilepas padi sawah yang memiliki kandungan zinc tinggi dalam beras yaitu Inpari Nutri Zinc untuk mengentaskan masalah ‘stunting” akibat kekurangan gizi buruk.

Selain itu, Puslitbang Tanaman Pangan juga telah melepas padi ketan untuk lahan rawa (Pulut Rawa) yang toleran dengan rendaman dan kondisi kemasaman tinggi sehingga cocok untuk ditanam pada lahan rawa pasang surut dan lebak maupun sawah biasa. Menurut Ismail, varietas Inpara Paurwoa menghasilkan nasi yang bertekstur ketan asli karena mengandung amilosanoses didibawah 5 persen. Adanya varietas Inpara Purwa menghasilkan nasi yang berstektur ketan asli karena mengandung amilosa di bawah 5 persen. Adanya varietas Inpara Purwa yang menghasilkan bebetapa padi ketan yang selama ini hanya memiliki kadar amilosa yang tidak sampai 5 persen.

Ismail juga menyinggung adanya kondisi kurang optimalnya hasil yang dicapai oleh petani setelah menerapkan inovasi teknologi Balitbangtan. “Hal tersebut dikarenakan petani tidak menerapkan paket komplit komponen teknologi yang telah dipraktikkan saat demfarm yang dilakukan oleh Badan Litbang Pertanian”, tutur Ismail. “Oleh karena itu, “Kami juga berupaya untuk menghasilkan inovasi teknologi Litbang yang dapat diadopsi dan disukai oleh petani, yaitu dengan kriteria mudah penerapannya, cepat pertanamannya, murah biayanya dan tinggi produktivitasnya”, tambahnya. Beberapa inovasi teknologi yang telah dihasilkan sesuai dengan kriteria tersebut antara lain Inpago 8 dan Inpago 10. “Kedua jenis varietas ini memiliki tingkat produktivitas yang tinggi dan nasi yang dihasilkan tetap pulen. Berbeda dengan Inpago 9 yang menghasilkan nasi agak pera yang mungkin lebih cocok untuk masyarakat di daerah luar Pulau Jawa”, pungkas Ismail.

Jagung

Untuk komoditi jagung, pada tahun 2017, Badan Litbang Pertanian telah melepas jagung hibrida tongkol ganda dengan tingkat produktivitas yang mampu bersaing dengan varietas-varietas dari perusahaan multinasional, yaitu varietas Jagung Nakula Sadewa 29. Varietas ini menjadi salah satu varietas yang banyak diminati dan diadopsi oleh petani di Indonesia dewasa ini. Dalam rangka mendukung varietas jagung yang dihasilkan oleh anak negeri, Pemerintah bersama dengan Komisi IV DPR RI bersepakat bahwa sebanyak 40 persen jagung yang ditanam harus menggunakan varietas dalam negeri hasil penelitian Badan Penelitian dan Pengembangan Kementerian Pertanian. Oleh karena itu, Badan Litbang Pertanian diharuskan untuk memenuhi 40 persen kebutuhan benih jagung nasional. “Alhamdulillah sebagian besar dari kebutuhan tersebut telah dipenuhi oleh Badan Litbang”, tutur Ismail.

Saat ini, Puslitbang Tanaman Pangan telah melakukan inovasi teknologi untuk komoditas jagung dengan menghasilkan varietas jagung pulut ungu. Ismail menegaskan bahwa varietas unggul baru tersebut telah dirilis pada pertengahan tahun 2018 dengan nama Srikandi Ungu 1 dan akan dirilis lagi varietas Srikandi Ungu 2 pada akhir bulan November 2018. Jagung pulut ungu tersebut telah dimasukkan dalam kegiatan produksi Benih Sumber tahun 2019 sehingga diharapkan dapat diakses oleh petani dalam waktu dekat. Jagung varietas pulut ungu termasuk jenis jagung khusus yang sangat cocok untuk konsumsi karena memiliki citarasa yang enak, lebih gurih, lebih pulen dan lembut. Rasa pulen dan lembut muncul karena kandungan amilopektin yang terkandung dalam jagung pulut sangat tinggi, mencapai 90%. Pamor jagung pulut tidak luntur ditelan zaman. Kreasi baru makanan olahan berbasis jagung pulut mermunculan termasuk beras jagung instan, bubur jagung instan dan lain-lain. Pengembangan hidangan jagung yang disajikan di restoran atau café membuat pasar olahan jagung tidak pernah sepi. “Kalau pasarnya bagus, petani pasti akan menanam karena akan menguntungkan”, ujar Ismail.

Selain jagung varietas ungu, juga telah dirilis satu varietas jagung hibrida toleran naungan dengan nama Jahana 1 dan akan dirilis lagi 2 varietas bersari bebas yang toleran kekeringan sekaligus toleran pemupukan dengan dosis nitrogen rendah pada akhhir November 2018 dengan nama JakoriN 1 dan JakoriN 2. Jahana merupakan singkatan dari Jagung hibrida toleran naungan, sedangkan JakoriN merupakan singkatan dari Jagung komposit toleran kekeringan dan pemupukan N dosis rendah. Ketiga varietas unggul baru tersebut merupakan jagung yang memiliki tingkat produktivitas 6-12 ton/ha pipilan kering sehingga diharapkan dapat mendukung program pemerintah untuk pengembangan jagung pada lahan bukaan baru yang pada umumnya sarat dengan cekaman, naungan, kekeringan dan kelangkaan pupuk nitrogen. Ismail menambahkan bahwa jagung unggul baru tersebut akan lebih cepat diadopsi oleh petani karena selain hasilnya yang tinggi, juga biaya produksi yang rendah sehingga harga benihnya juga terjangkau dan bisa bersaing dengan jagung di pasaran", pungkasnya.

Inovasi teknologi varietas unggul baru jagung merupakan salah satu upaya untuk mendukung swasembada jagung nasional. Menurut Ismail, Indonesia dapat dengan mudah mencapai swasembada jagung, karena varietas jagung yang ada mudah ditanam di berbagai tempat serta tidak memerlukan banyak perawatan. Selain itu, tingkat produktivitas varietas unggul baru jagung juga menunjukkan hasil yang tinggi, sehingga menguntungkan bagi petani. Merespon fakta di lapangan yangmenunjukkan fenomena minimnya stok jagung untuk pakan ternak, permasalahan sebenarnya adalah bukan karena minimnya stok jagung, melainkan proses distribusi jagung yang kurang bagus, sehingga peternak mengalami kesulitan dalam memperoleh jagung untuk pakan”, jelas Ismail.

Kedelai

Tidak hanya padi dan jagung, Puslitbang Tanaman Pangan juga menghasilkan varietas unggul baru untuk tanaman kedelai, yaitu Derap 1 dengan keunggulan tahan penggerek polong, salah satu hama utama kedelai yang sampai saat ini masih sulit untuk dikendalikan baik secara fisik maupun kimia serta berdampak langsung terhadap penurunan hasil baik secara kualitas maupun kuantitas. Selain varietas, Puslitbang Tanaman Pangan juga menghasilkan inovasi teknologi budidaya kedelai adaptif pada berbagai agroekosistem, yaitu teknologi budidaya kedelai pasang surut (KEPAS) dengan menggunakan varietas Deja 1 dan Deja 2; teknologi budidaya kedelai naungan (BuDeNa) dengan varietas Dena 1 dan Dena 2, dan teknologi budidaya kedelai tumpangsari (BuDeSari) dengan varietas Dena 1 dan Dena 2. Dari masing-masing teknologi tersebut mampu menghasilkan produktivitas kedelai di atas 2,5 t/ha bahkan ada yang mencapai 3 t/ha. Varietas tersebut mempunyai keunggulan spesifik lokasi, seperti Deja 1 dan Deja 2 toleran jenuh air, Dena 1 dan Dena 2 tolerangan naungan hingga 50%.

Minat petani dalam menanam kedelai yang masih rendah menurut Ismail salah satu nya disebabkan oleh ketidakpastian jaminan harga. Disamping itu penanaman kedelai lebih membutuhkan perawatan yang intensif, serta rentan terhadap perubahan iklim serta serangan hama penyakit. Kondisi ini menjadi salah satu pertimbangan risiko yang dihadapi petani.

Selain ukuran kedelai lokal yang lebih kecil sering kali menjadi penyebab rendahnya minat konsumen untuk membeli kedelai lokal, walaupun kedelai lokal kita juga memiliki ukuran biji yang besar. “Kita memiliki beberapa varietas kedelai yang memiliki ukuran biji yang tidak kalah dengan kedelai impor seperti Dega 1, Dena 2 dan Deja 2”, pungkas Ismail. Puslitbang Tanaman Pangan selalu berkomitmen untuk melakukan hilirisasi benih kedelai dengan menyediakan lahan seluas 1 juta hektar guna memenuhi kebutuhan benih sebanyak 500 ribu ton. SY