Bayu Krisnamurti: Tahun 2019 Ekonomi Indonesia Stabil, Tidak Spektakuler

udin abay | Kamis, 22 November 2018 , 12:32:00 WIB

Swadayaonline.com - Memasuki revolusi industri 4.0, dunia peternakan harus menyiapkan diri dan memanfaatkan teknologi. Pelaku usaha dunia perunggasan sebagai penyedia protein hewani harus mampu meningkatkan konsumsi menuju generasi yang kesehatan dan cerdas. Hal tersebut diungkapkan Ketua Asosiasi Obat Hewan Indonesia, Drh. Irawati Fari pada acara Seminar Nasional Bisnis Peternakan dengan tema "Meningkatkan Konsumsi Protein Hewani Menuju Generasi Industri 4.0" di Menara 165, Jakarta. (22/11/2018).

Irawati mengungkapkan, setiap tahunnya Asohi menyelenggarakan seminar, agar asosiasi peternakan dapat memahami dunia peternakan kesehatan yang berkembang dan mencari solusinya guna memajukan industri peternakan nasional dan apa harapannya di tahun mendatang. Para pembicara diskusi menurutnya sengaja lebih banyak dari pejabat Kementerian Pertanian karena memiliki data dan keterlibatannya selama 2 tahun dalam memahami aspirasi pengusaha induatri peternakan. "Berbeda dengan tahun sebelumnya yang lebih menampilkan pembicara dari pelaku usaha atau asosiasi", tambahnya.

"Di harapkan nantinya ada kesepakatan dan sinergi antara pelaku industri peternakan dan instansi atau lembaga, sehingga dapat melihat prospek kedepan untuk mempersiapkan diri dalam menjalani usahanya. Pengusaha isndustri peternakan terutama obat hewan, pada dasarnya siap mendukung kebijakan pemerintah sebagai mitra asosiasi", ujarnya.

Pakar Pertanian, Bayu Krisnamurti dalam diskusinya mengungkapkan prospek ekonomi Indonesia 2019 dan sektor peternakan, tumbuh stabil, tidak spektakuler atau pertumbuhannya biasa-biasa saja. "Ekonomi dunia flat. Kurs di Indonesia lebih ditentukan pada dolar, bukan karena rupiahnya. Ekonomi nasional saat masa pemilu tidak ada gejolak, kalau permintaan daging dan telur meningkat maka usaha akan meningkat dan otomatis obat-obatan hewan juga akan meningkat. Jadi kalau didorong konsumsinya, maka obat hewan akan meningkat", tegasnya.

Menurutnya, tahun 2019 pemerintah harus memperhatikan kota-kota sekunder yang akan mengalami pertumbuhan seperti pertumbuhan kota-kota besar yang sudah ada yaitu Jakarta, Semarang, Surabaya yang akan diikuti oleh penumbuhan data pangan. Memasuki pemilu menurutnya belum banyak kebijakannyang dikeluarkan, karena tahun pemilu tidak terlalu banyak yang dilakukan untuk melakukan stimulus. Insfrastruktur banyak yang sudah dilakukan lebih banyak untuk pergerakan orang bukan pergerakan barang. Dan infrastruktur yang ada bisa dinikmati hanya beberapa persen saja untuk industri.

"Lebaran nanti memasuki musim kemarau, maka akan ada pola berbeda dari segi konsumsi apalagi sudah ada pemilu, maka permintaan pangan tidak sebesar tahun sebelumnya karena pengelolaan data yang sudah berjalan saat pemilu. Tahun 2019 juga akan ada elnino, sehingga akan banyak damapaknya pada dunia peternakan, dimana hijauan rumput ternak akan terbatas dan itu perlu diantisipasi", ujar Bayu. SY