Pekebun Sawit Minta Kemudahan Akses Pembiayaan dan Kepastian Hukum Lahan

udin abay | Kamis, 09 Maret 2017 , 21:48:00 WIB

Swadayaonline.com - Komoditas kelapa sawit sebagai penyumbang devisa terbesar ke-2 setelah migas, mendapat perhatian khusus dari pemerintah karena menjadi sandaran hidup jutaan pekebun serta tenaga kerja di industri turunannya. Hal tersebut tak ayal para pemangku kepentingan mendorong pemerintah meningkatkan kesejahteraan para pekebun swadaya dan plasma, salah satunya melalui sinkronisasi peraturan perundangan yang memungkinkan petani mendapatkan akses pembiayaan yang bersumber dari APBN dan BPDP-KS serta percepatan proses sertifikasi lahan.

Untuk merekomendasikan akselerasi tersebut dibuat Forum Group Diskusi “Kebijakan Akselerasi Pembiayaan dan Kepastian Hukum Atas Lahan Perkebunan Kelapa Sawit dengan Konsep Kemitraan” yang dihadiri Menteri Koordinator Perekonomian, Dirjen Perkebunan Kementerian Pertanian, Kementerian Agraria/ATR, Kementerian Keuangan, Badan Pengelola Dana Perkebunan Kepala Sawit (BPDP-KS), Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI), Perwakilan Pekebun dan Partnership for Indonesia’s Suistainable Agriculture (PISAgro), dan Direktur Utama Bank Mandiri. Menurut Bambang, Dirjen Perkebunan Kementan bahwa tujuan diskusi untuk mengatasi persoalan petani dalam mengakses pembiayaan dan legalitas lahan perkebunan sawit. (9/3/2017)
 
Bambang mengatakan, dari 4,7 juta hektar lahan sawit, 1,7 juta masih terindikasi dalam kawasan yang belum bisa diselesaikan. Dengan diskusi saya harap persoalan tersebut akan bisa diselesaikan secara bertahap. Selain itu petani juga perlu adanya dukungan dalam berbagai hal, agar produktivitas sawit bisa mencapai 8-10 ton/ha. Karena selama ini produktivitasnya masih 4 ton/ha. Peningkatan produksi dan produktivitas untuk menghindari kehilangan potensi pendapatan pekebun melalui peremajaan dan intensifikasi tanaman, serta inovasi teknologi perkelapasawitan, juga kelembagaan pekebun merupakan hal yang sangat penting dalam upaya mencapai kemitraan yang saling menguntungkan.

Menteri Agraria/ATR, Sofyan Jalil mengatakan bahwa koorporasi masih menjadi engine dalam kejayaan perkelapasawitan karena mempunyai kapasitas dalam manajemen perusahaan yang bisa membeli dan memanfaatkan teknologi, riset dan lainnya. Sedangkan pekebun plasma atau swadaya masih dalam keterbatasan melakukan adopsi efisiensi mekanisasi. Dengan meningkatkan manajemen dan menggunakan teknologi terbarukan bisa didopsi masyarakat serta akses pemasaran, plasma perlu bermitra dengan inti atau pengusaha. “Kalau Intinya bagus, maka plasmanya akan bagus. Koorprasi bisa menjadi bapak angkat bagi pekebun swadaya atau plasma” ujarnya.

Sofyan Djalil mengatakan, pemerintah akan melakukan sinkronisasi peraturan perundangan yang memungkinkan petani mendapatkan akses pembiayaan yang bersumber dari APBN dan BPDP-KS serta percepatan proses sertifikasi lahan. “Pemerintah akan menindaklanjuti hasil FGD ini sebagai bahan perumusan kebijakan guna meningkatkan produktivitas industri sawit nasional. Misalnya, terkait dengan persoalan kepemilikan lahan, Kementerian ATR/BPN akan membantu memproses kepastian status lahan kebun sawit pekebun plasma dan swadaya yang berada di kawasan hutan. Terkait dengan persoalan kepemilikan lahan, Kementrian ATR/BPN akan membantu memproses kepastian status lahan kebun sawit pekebun plasma dan swadaya yang berada di kawasan hutan,” tambahnya.  

Berdasarkan data GAPKI, tahun lalu, produksi CPO nasional mencapai 31,5 juta ton dan PKO sebesar 3 juta ton sehingga total keseluruhan produksi minyak sawit Indonesia adalah 34,5 juta ton. Sementara, harga CPO global rata-rata sepanjang 2016 tercatat sebesar 700 dolar AS per metrik ton atau naik 14 persen dibanding harga rata-rata 2015. Sementara, ekspor minyak sawit Indonesia (CPO dan turunannya) tahun lalu sebesar 25,1 juta ton, dan menyumbangkan devisa senilai 18,1 miliar dollar AS. Namun, dalam pengembangannya, industri kelapa sawit saat ini menghadapi sejumlah tantangan, diantaranya adalah usia tanaman kelapa sawit di sebagian lahan petani yang sudah tidak produktif, sehingga perlu diremajakan (replanting).

Adapun upaya BPDP-KS melakukan percepatan peremajaan serta peningkatan produktivitas kebun sawit khususnya milik pekebun plasma terkendala masalah legalitas lahan yang belum bisa dipenuhi mayoritas pekebun plasma sawit. Belum lagi masalah lain, seperti pekebun harus membentuk kelompok pekebun, memiliki koperasi, dan memiliki sertifikat Indonesia Sustainable Palm Oil System (ISPO)

Direktur Eksekutif GAPKI, Fadhil Hasan, mengungkapkan permasalahan legalitas lahan kebun sawit pekebun plasma menjadi penghambat utama bagi penyaluran pendanaan dari perbankan nasional. Padahal, dukungan dari perbankan mutlak diperlukan untuk membantu pengelolaan dan peremajaan lahan yang dimiliki pekebun plasma. Saat ini, luas lahan sawit milik pekebun mencapai 3,8 juta ha atau 41 persen dari total luas kebun kelapa sawit nasional yaitu 11,3 juta ha.

“Selain lahan, yang juga perlu menjadi perhatian adalah pemenuhan kebutuhan pekebun plasma selama masa Tanaman Belum Menghasilkan (TBM). Menurut kami, diperlukan penyesuaian Undang-undang terkait program pembiayaan secara Lex Spesialis untuk komoditas kelapa sawit sebagai komoditas strategis negara, seperti halnya migas,” tegas Fadhil Hasan.

Sementara itu Direktur Utama Bank Mandiri, Kartika Wirjoatmodjo mengatakan, Bank Mandiri berkomitmen mendukung berbagai kebijakan dan aturan baru yang akan dikeluarkan pemerintah terkait upaya optimalisasi kesejahteraan pekebun kelapa sawit. Salah satunya, melalui program pembiayaan yang terintegrasi dari hulu ke hilir dalam mendukung pertumbuhan industri sawit nasional.

"Bank Mandiri telah lama terlibat dalam pendanaan bagi pengembangan industri sawit nasional. Hingga saat ini, outstanding kredit di sektor perkebunan kelapa sawit (on farm) mencapai Rp 48,97 triliun atau sebesar 8,54% dari portofolio kredit Bank Mandiri, dengan kualitas kredit yang sangat baik. Bank Mandiri telah mengimplementasi program pembiayaan kepada pekebun plasma binaan dengan pola kemitraan bersama perusahaan sawit berskala besar. Pola kemitraan ini cukup efektif untuk membantu pekebun mendapatkan akses pendanaan jangka pendek," tegasnya. SY