Bambang : Banyak Pihak Tidak Ingin Industri Perkebunan Maju

udin abay | Minggu, 12 Maret 2017 , 20:37:00 WIB

Swadayaonline.com - Direktur Jenderal Perkebunan (Dirjenbun) Kementerin Pertanian, Bambang meminta kepada semua pihak baik, pemerintah, perusahaan industri perkebunan, asosiasi, dan wartawan, terus memberi dukungan untuk kemajuan perkebunan. Karena ada banyak pihak karena persaingan pasar yang tinggi, tidak ingin industri perkebunan maju. Di Indoensia, tanda itu terlalu jelas. Bagaimana perlakukan mereka terhadap sawit, kakao dan produk perkebunan lainnya. “Tidak mungkin perkebunan akan maju, tanpa bantuan, dan promosi. Perkebunan itu sangat peting bagi Indonesia,” tegas Bambang pada acara diskusi Antisipasi Kebakaran Lahan Untuk Mendukung Perkebunan Sawit Berkelanjutan “International Conference On Indonesian Sustainable Palm Oil (IC-ISPO) 2017”, yang diselenggarakan media perkebunan. (10/3/2017)

Bambang mengungkapkan, berbagai regulasi yang dirancang untuk perbaikan, namun berbagai pihak banyak juga yang ingin merusak. Orang yang tidak mengerti perkebunan, suaranya bahkan lebih hebat daripada yang mengerti. Ini berbahaya. Sawit merupakan masa depan dunia, baik dari pangan maupun energi. Minyak sumber energi dari fosil akan habis, berikutnya energi terbarukan yang efisien adalah sawit. Sadarlah kita, bahwa indonesia adalah sasaran bidik setelah timur tengah. Dengan berbagai tuntutan ini, dalam kurun waktu 5-10 tahun kedepan kalau kita ikut-ikutan mematikan industri sawit dalam negeri yakinlah kita akan jatuh, karena sawit juga mengancam persaingan komoditas yang dikembangkan.

“Kenapa tanaman kedelai di Amerika tidak dipersoalkan, padahal resiko kerusakan lingkungan lebih tinggi, setiap 3-4 bulan dibongkar, erosi tinggi, kehidupan biota juga tinggi, tapi dengan sawit ular masih bisa hidup didalamnya. Saya berharap tidak mudah terbawa isu yang sifatnya negatif,” ujar Bambang. Perkebunan lebih banyak menanam setiap hari menanam, tapi kenapa dibilang merusak lingkungan. Perusahaan perkebunan banyak hadir membenahi hutan yang rusak dengan menanam berbagai tanaman, begitu hasilnya bagus banyak membuat petani pemula yang akan menanam, tapi begitu dikasih, belum tentu bisa menggunakan ijin dengan baik. Ini juga perlu perhatian.
Dirjen Perkebunan juga memainta mekapa pelaku usaha, wartwan, organisasi untuk berperan aktif menjaga kebakaran dengan baik dengan melakukan langkah dini, agar tidak terjadi kebakaran diareal perkebunan tahun 2017. “Tunjukkan pada dunia bahwa usaha perkebunan betul-betul aman dari api, bukan penyebab kebakaran dan perusak lingkungan,” tambahnya.

Sekretaris Jenderal (Sekjen) ISPO (Indonesian sustainable Palm Oil), M. Aziz, mengatakan tahun 2020 ekspor sawit ke eropa harus ada sertifiksi sustainable. Tujuan ISPO mendukung program tersebut agar kelapa sawit yang diekspor tersertifikasi. Karena saat ini tujuan ISPO sudah mencangkup keinginan internasional. Hal tersebut sudah tertuang dalam 7 prinsip. Diantaranza yaitu legalisas usaha perkebunan, menejemen perkebunan, pemanfaatan hutan primer dan gambut, dan lainnya. “Saat ini ada 70 yang sudah diaudit sertifikasi ISPO. Jadi dari 517 tersebut, yang sudah terbit sertifikasi 228 perusahaan dengan luas total sekitar 6 juta cpo. Jadi trend sertifikasi ISPO naik karena tingkat kepatuhan pelaku usaha perkebunan,” tambahnya.

Sekjen Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI), Togar Sitanggang mengatakan intinya GAPKI sangat patuh dari 271 perundangan tentang sawit. “Kita 100 persen patuh untuk mendapatkan sertefikasi ISPO. Memang tahun 2015 kita sudah sangat tahu banyak pihak yang bilang hasil yang didapatkannya dari sawit sebanding dengan kerugian yang dikeluarkan, tapi tidak disebutkan berapa kebakaran yang disebabkan oleh kelapa sawit. Dan memang begitulah label/image pengusaha sawit dalam negeri, padahal itu tidaklah benar,” ujarnya. Tahun 2016 kita sudah melakukan persiapan-persiapan dengan berkordinasi di 12 cabang untuk melakukan koordinasi, sehingga kebakaran turun 80 persen. Jadi ada dua faktor turunnya kebakaran, pertama karena hujan yang turun lebih besar dan faktor kedua karena kesiapan kita untuk menghadapi kebakaran dengan berkoordinasi sampai ke tingkat daerah. SY