Ada Yang Bermain di Karet. Dirjen Perkebunan: Pabrik Kekurangan Bahan Baku Tapi Harga Karet Turun

udin abay | Minggu, 09 Desember 2018 , 21:58:00 WIB

Swadayaonline.com - Tantangan perkebunan ke depan terutama komoditas karet sangat besar, yaitu pada produktivitas dan harga. Kalau tidak segera diambil langkah strategis dan mengantisipasi, maka akan berbahaya sekali. "Antisipasi tersebut perlu kita jadikan kesempatan untuk mawas diri. Ada apa dengan tata kelola penyelenggaraan perkebunan Indonesia?, karet ini masa depan dunia", ujar Dirjen Perkebunan Kementerian Pertanian, Bambang, saat diskusi pengembangan karet Indonesia pada acara Hari Perkebunan Ke-61 di Gedung Sate, Bandung, Jawa Barat. (9/12/2018).

"Kita bangga punya karet-karet yang terbaik dan itu tak terbantahkan bahwa karet Indonesia adalah karet yang paling baik di dunia. Ban-ban dengan kecepatan tinggi, tidak mungkin bisa dibuat tanpa karet Indonesia. Di saat sekarang ini ketersediaan energi dari fosil masih cukup sebagai bahan baku pembuatan ban sintetik, tapi pada saatnya nanti setelah energi fosil itu tidak ada lagi, tidak ada kata lain kecuali kita kembali ke karet alam. Saya minta bantuan kepada teman-teman untuk menyebarluaskan kepada masyarakat yang saat ini dilanda keresahan karena harga karet yang rendah, untuk bersabar. Mudah-mudahan kondisi ini tidak berjalan panjang", ujar Bambang.

Persoalan gejolak ekonomi dunia sedang tidak menentu, industri-industri mulai ngerem yang tadinya produksinya banyak, mengurangi jumlah produksinya dan berdampak pada pembelian bahan baku karet juga termasuk dari Indonesia. Semoga ekonomi dunia segera membaik, sehingga mampu kembali mengembalikan harapan bagi petani kita untuk kembali senang ya dengan harga yang lebih baik. Dalam kondisi seperti ini pemerintah sedang mengambil langkah-langkah untuk melaksanakan kegiatan replanting perkebunan karet.

"Replanting bagi masyarakat bahkan dikalangan pejabat yang tidak paham, bisa dianggap sebagai hambatan, apalagi disaat harga karet sedang murah. Justru saat ini adalah saat yang tepat untuk melaksanakan replanting, karena dengan replanting masyarakat juga tidak terlalu dirugikan karena harga karet murah. Karena setelah 6 tahun yang akan datang pada saat harga membaik tanaman karet rakyat ini sudah sudah bisa dipanen. Selain itu tanamlah karet 60%-65% saja, dari jarak lorong-lorong karet bisa ditanami kopi atau kakao bahkan tanaman pajale sehingga bisa menghasilkan pendapatan sambil menunggu karet panen", ungkap Bambang.

Bambang mengatakan bahwa tanpa APBN, sebenarnya petani karet sudah mandiri. Kegiatan-kegiatan untuk komoditi yang bisa diimpor dari komoditi untuk komoditi akan segera kita lakukan dan itu tidak akan mungkin bisa terlaksana tanpa dukungan dari semua pihak. Contohnya untuk karet mungkin kita perlu dilakukan perhimpunan dana keluar masuknya produk karet sebagai pungutan ekspor atau pungutan impor, tetapi dana pungutan tersebut untuk petani untuk melakukan replanting atau lainnya guna keberlanjutan karet secara nasional karena ini juga dalam jangka panjang akan memberikan manfaat buat industri.

Bambang menambahkan di luar ada kecenderungan, saat ini untuk komoditas perkebunan seperti karet dimana dia pembelinya, dia pemilik pabrik nya, dia yang punya uang bank dan dia yang punya harga, yang memainkan perannya di Indonesia. Untuk itu, peru sinergi antara petani dengan pengusaha pengusaha yang ada di Indonesia untuk mengantisipasi hal tersebut. "Kita industri penghasil karet terbesar, tapi bukan petani yang menentukan harganya. Makanya kalau kita lihat ada pabrik kekurangan bahan baku, tetapi harga karet murah. Itu kan lucu", tambahnya.

Presiden Direktur PT. Indeks Komoditas Indonesia, Maydin Sipayung mengatakan, saat ini permasalahannya harga karet yang sangat rendah, karena selama ini harga karet Indonesia ditentukan dari luar negeri. Tapi kita telah memiliki pengalaman panjang di dalam penentuan harga index seperti batubara dan sawit. Jadi harapan kedepan kita akan membuat index atau acuan harga untuk karet sehingga semuanya akan terlihat transparansi. Sebagai negara penghasil karet terbaik dan terbesar, harusnya kita yang menentukan harga karet.

Sementara itu Direktur Tanaman Tahunan dan Penyegar Ditjen Perkebunan Kementan, Irmijati Rachmi Nurbahar mengatakan, kita harus menjadi penentu harga karet, jangan kita yang diatur. Tetapi petani kita harus tergabung dalam suatu korporasi sehingga akan memotong rantai pasok dan pastinya punya nilai tawar, jangan menjual sendiri-sendiri. Selain itu, petani juga harus punya kewajiban memproduksi karet yang berkualitas. Kebun-kebun yang kurang berproduksi harus melakukan replanting, jangan sampai kita dibilang punya hutan karet bukannya kebun karet. SY