Membedah Peremajaan Sawit Rakyat

udin abay | Kamis, 13 Desember 2018 , 14:37:00 WIB

Swadayaonline.com - Sebagai negara produsen terbesar minyak sawit dunia, Indonesia memiliki peran paling strategis dalam menyuplai kebutuhan pasar global. Secara bersamaan, Indonesia merupakan negara terbesar minyak sawit berkelanjutan, berlandaskan prinsip dan kriteria berkelanjutan yang berlaku universal. Tahun 2018 ini, Indonesia diperkirakan menghasilkan minyak sawit mentah (CPO) sebanyak 42 juta ton. Sedangkan minyak sawit mentah berkelanjutan (CSPO) bersertifikat RSPO diperkirakan sekitar 12,43 juta ton, dimana sebesar 52% berasal dari Indonesia atau sejumlah 6,5 juta ton, belum lagi yang bersertifikasi ISPO dan SCC.

Sebagai informasi, Indonesia Sustainable Palm Oil (ISPO) merupakan sertifikasi mandatori yang diwajibkan Pemerintah Indonesia terhadap pelaku perkebunan kelapa sawit termasuk petani kelapa sawit. Sedangkan Roundtable on Sustainable Palm Oil (RSPO) dan International Sustainability & Carbon Certification (ISCC) bersifat sukarela.

Lantaran memiliki peranan besar dalam perdagangan internasional, minyak sawit asal Indonesia, kerap mendapatkan sorotan dan tudingan negatif akan
keberadaannya. Sebab itu, dibutuhkan strategi bersama, dalam mengelola produksi minyak sawit nasional, supaya dapat menyuplai kebutuhan pasar minyak sawit secara berkelanjutan pula.

Salah satunya, melalui strategi pungutan dana CPO Supporting Fund (CSF), yang
dikelola Badan Layanan Umum (BLU), Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDP-KS). Melalui BLU BPDP-KS inilah, strategi pembangunan minyak sawit nasional dilakukan, dengan mendorong adanya pertambahan nilai dari CPO yang dihasilkan Indonesia.

Menurut Direktur BPDP-KS, Herdrajat Natawijaya, sebagai salah satu badan pemerintah, BPDP-KS memiliki peran penting dalam mendorong pertumbuhan industri minyak sawit. Salah satunya upaya peningkatan produktivitas perkebunan kelapa sawit rakyat, melalui dukungan pendanaan replanting perkebunan kelapa sawit milik petani.

“Petani kelapa sawit, memiliki peran penting bagi pertumbuhan perkebunan kelapa sawit nasional, dimana luas lahan perkebunan kelapa sawit nasional sebesar lebih dari 42% merupakan milik petani,” kata Herdrajat Natawijaya.
Pemerintah juga sudah mendorong peranan pasar domestik untuk terus meningkatkan konsumsi minyak sawit melalui program mandatori biodiesel. Dimana, secara bertahap, konsumsi Biodiesel selalu bertambah, dewasa ini pemerintah menerapkan mandatori B20 terhadap penggunaan Biodiesel nasional.

Senada dengan itu, Senior Advisor Kantor Staf Kepresidenan (KSP), Abetnego Tarigan, menegaskan keberpihakan pemerintah kepada perkebunan kelapa sawit milik rakyat. Dimana, sebagian besar rakyat Indonesia berperan besar sebagai petani kelapa sawit yang mengolah lahannya untuk mencari penghidupan.

Melalui pengelolaan perkebunan kelapa sawit yang berkelanjutan, maka praktek budidaya menanam kelapa sawit di perkebunan kelapa sawit milik petani, akan menghasilkan panen Tandan Buah Segar (TBS) yang lebih baik. “Produktivitas hasil panen perkebunan kelapa sawit milik petani akan menjadi lebih baik dan masa depannya akan lebih sejahtera,”kata Abetnego menjelaskan.

Praktek budidaya terbaik dan berkelanjutan, menurut Direktur Mutu Certification, Irham Budiman, menjadi bagian yang tak terpisahkan dari perkebunan kelapa sawit rakyat. Sebab itu, petani kelapa sawit membutuhkan banyak dukungan dari berbagai pihak, supaya kebun sawitnya berhasil.

“Praktek budidaya terbaik dan berkelanjutan harus dilakukan petani kelapa sawit, supaya hasil panen petani dapat menyejahterakan kehidupannya. Apalagi, masa depan sertifikasi ISPO, RSPO dan ISCC dapat membantu meningkatkan hasil jual TBS milik petani,”jelas Irham Budiman.

Dukungan pendanaan dari BPDP-KS bagi petani kelapa sawit, juga menjadi dorongan yang penting bagi perkebunan kelapa sawit nasional. Namun, Irham mengingatkan akan adanya bahaya laten korupsi yang dapat terjadi. Guna mengantisipasi persoalan tersebut, Mutu Certification menyarankan pentingnya menerapkan ISO 37001 : Anti Penyuapan, pada manajemen yang terlibat.

Lebih lanjut, sebagai organisasi petani, Serikat Petani Kelapa Sawit (SPKS) mengharapkan adanya perbaikan kesejahteraan petani kelapa sawit. Dimana, kemampuan praktek budidaya dan akses pasar petani kelapa sawit dapat lebih meningkat. Menurut Sekjen SPKS, Mansuetus Darto, keberadaan petani kelapa sawit harus mendapatkan dukungan dari semua pihak.

“Petani kelapa sawit, sangat membutuhkan dukungan dari semua pihak, terutama pemerintah dan perusahaan perkebunan. Peningkatan kapasitas petani dan akses pasar hasil panen, juga harus terus ditingkatkan,”ujar Darto menegaskan.Pentingnya sinergi antar pemangku kepentingan, juga menjadi kunci sukses bersama, bagi pertumbuhan usaha perkebunan kelapa sawit Indonesia, demi menyuplai
kebutuhan pasar minyak nabati dunia. Dimana, pembangunan berkelanjutan nasional (SDGs), juga menjadi tujuan bersama yang harus dicapai.

Perjalanan Peremajaan Sawit

Program Peremaajaan Sawit Rakyat (PSR) yang digagas pemerintah semenjak 2017 lalu, telah mendorong banyak petani untuk bisa mendapatkan bantuan pendanaan tersebut, apalagi ada bantuan pendanaan yang ditetapkan sebanyak Rp 25 juta/ha. Bantuan itu ditengarai mampu meringankan modal yang harus dikeluarkan petani.

Lantaran biaya peremajaan sawit rakyat sesuai hitungan Direktorat Jenderal Perkebunan Kementerian Pertanian bisa mencapai Rp 68 juta/ha. Sementara sisa kekurangan pendanaan bisa ditutupi petani lewat pengajuan kredit ke perbankan lewat skim Kredit Usaha Rakyat (KUR) yang bunganya ditetapkan sekitar 7%, dan atau bila petani swadaya mampu maka sebelum dilakukan peremajaan bisa melakukan dengan dana pribadi yang telah dikumpulkan, atau pendanaan lainnya.

Program peremajaan sawit rakyat ini tercatat sudah tiga kali dilakukan, tidak tanggung-tanggung Presiden Joko Widodo yang langsung meresmikan, ini menjadi bukti keseriusan pemerintah dalam menjalankan program ini. Peremajaan sawit rakyat pertama kali diluncurkan pada 13 Oktober 2017 berlokasi di Kabupaten Musi Banyuasin, mencakup lahan seluas 4.400 hektare, yang diperkiraan melibatkan sekitar 2.200 petani swadaya.

Di Musi Banyuasin ini malah tercatat masih ada sekitar 1.660 ha merupakan kebun sawit yang statusnya masih kawasan hutan, dan kabarnya masih dalam proses pelepasan kawasan di Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK). Lantas, kegiatan peremajaan sawit rakyat untuk kedua kalinya kembali dilakukan tidak lama setelah peremajaan perkebunan kelapa sawit di Musi Banyuasin, tepatnya pada tanggal 27 November 2017. Kini giliran para petani yang berlokasi di Serdang Bedagai, Langkat, dan sejumlah kabupaten lain di Sumatera Utara, yang mencakup lahan perkebunan kelapa sawit rakyat seluas 9.109,29 hektar.

Akhirnya kegiatan premajaan sawit rakyat itu memasuki ke tahap tiga yang kembali diresmikan oleh Presiden Joko Widodo, berlokasi di Rokan Hilir, Riau. Peresmian
program peremajaan sawit rakyat dipusatkan di Kabupaten Rokan Hilir, dimana diterget peremajaan sawit rakyat itu seluas 15.000 Ha, dengan melibatkan 5.000 petani swadaya.

Sepanjang tahun 2018, program peremajaan sawit rakyat di Provinsi Riau sejatinya diharapkan bisa menjangkau lahan kebun sawit milik petani selauas 25.423 Ha, yang tersebar di 8 Kabupaten termasuk Kabupaten Kampar, Kabupaten Rokan Hulu, Kabupaten Pelalawan, Kabupaten Rokan Hilir, Kabupaten Siak, Kabupaten Kuantan Singingi, Kabupaten Indragiri Hulu, dan Kabupaten Bengkalis. Program Peremajaan Sawit Rakyat ini merupakan program prioritas Pemerintah yang bertujuan untuk meningkatkan produktivitas dan kesejahteraan petani kelapa sawit. Apabila membutuhkan informasi lebih lanjut, silahkan hubungi kami, Ignatius Ery. SY