Perbaikan Infrastruktur Dongkrak Perbaikan Produksi Pangan Rawa

udin abay | Kamis, 04 April 2019 , 14:44:00 WIB

Swadayaonline.com - Perbaikan infrastruktur pertanian, baik berupa perangkat keras (jaringan irigasi, drainase, tanggul, micro dam, pintu air, dan lain-lain) dan perangkat lunak (penguatan kelembagaan petani) diyakini mampu mendongkrak produksi pangan di lahan rawa baik melalui peningkatan indeks pertanaman (IP) maupun produktivitas. Demikian disampaikan Staf Ahli Menteri Bidang Infrastruktur Pertanian Prof. Dedi Nursyamsi pada acara Focus Group Discussion Tata Kelola Infrastruktur Pertanian dengan tema Infrastruktur Pertanian Mendukung Program SERASI siang tadi di kantor BBSDLP, Cimanggu, Bogor.

Lebih lanjut Dedi mengatakan bahwa pengungkit produktivitas pertanian itu meliputi infrastruktur dan inovasi teknologi pertanian. Irigasi pertanian memberikan kontribusi yang signifikan terhadap produktivitas padi sawah, yaitu sekitar 40%, diikuti oleh varietas dan pemupukan berimbang masing-masing sekitar 20%, lalu pengendalian organisme pengganggu tanaman (OPT) dan pemberdayaan sumberdaya manusia pertanian masing-masing sekitar 10%. Oleh karena itu program #SERASI (Selamatkan Rawa Sejahterakan Petani) yang tahun ini menjadi program utama Kementan dimulai dari perbaikan infrastruktur air dan penguatan kelembagaan petani kata Dedi menambahkan. Pada kesempatan yang sama, Tenaga Ahli Menteri Bidang Infrastruktur Pertanian Prof. Budi Indra Setiawan mengatakan bahwa Korea Selatan telah sukses mengembangkan rawa di kota Saemangeum dengan membangun tanggul sepanjang 33 km seluas 400 km2.

Pembangunan rawa ini selain untuk pengembangan pertanian, juga untuk sektor pariwisata, perikanan, dan lain-lain. Selanjutnya Budi mengatakan bahwa hal penting yang harus diperhatikan dalam pengembangan rawa itu adalah keberlanjutan (sustainability). Dengan demikian maka kita harus memperhatikan beberapa indicator keberlanjutan yang meliputi: keuntungan petani [Rp/kg GKG], biaya produksi [Rp/kg GKG], harga jual [Rp/kg GKG), intensitas tanam [%/tahun], produktivitas lahan [ton GKG/ha], produktivitas air [ton GKG/m3], produktivitas energi [kg GKG/Joule], faktor emisi [ton CO2/ton GKG], dan degradasi tanah dan air, ujar Budi menambahkan.

Peneliti Balai Penelitian Lahan Rawa Banjarbaru Dr Khairil Anwar mengatakan bahwa sejak pembukaan rawa untuk sawah tahun 1969 hingga saat ini (selama 50 tahun) perbaikan infrastruktur air hanya sedikit saja dan sebagian besar infra struktur air tersebut banyak mengalami kerusakan dan tidak berfungsi. Banyak terjadi endapan lumpur di saluran air irigasi/drainase primer, sekunder, dan tersier. Demikian pula micro dam dan pintu air banyak yang rusak sehingga fungsinya menurun bahkan hilang kata Khairil. Infrastruktur air yang rusak ini mengakibatkan terjadi banjir di musim hujan dan kekeringan di musim kemarau. Selain itu karena air tidak bergerak maka hasil oksidasi pirit (senyawa yang sangat masam), Fe, Al, dan garam dapat meracuni tanaman sehingga produksi tanaman turun bahkan mati. Faktor-faktor tersebut harus ditanggulangi bila kita ingin mengembangkan lahan rawa kata Khairil menambahkan. SY/HMSL