Aspek Lingkungan Pertanian Masa Depan

udin abay | Kamis, 09 Mei 2019 , 14:54:00 WIB

Swadayaonline.com - Staf Ahli Menteri Pertanian, Bidang Lingkungan Pertanian Pending Dadih Permana dan Kepala Pusat Pelatihan Pertanian (Puslatan), Bustanul Caya beserta jajarannya melaksanakan kunjungan kerja ke Balai Besar Pelatihan Pertanian (BBPP) Ketindan.

Acara yang juga dihadiri oleh Pejabat dari BBPP Batu dan Polbangtan Malang ini diawali dengan sambutan Kepala BBPP Ketindan Kresno Suharto. Kresno Suharto menyampaikan rasa terima kasih dan berharap Staf Ahli Menteri Pertanian, Bidang Lingkungan Pertanian dan Kepala Puslatan berkenan memberikan pencerahan untuk seluruh pegawai yang telah berkumpul di ruang aula Mahkota Dewa terutama terkait kebijakan dan isu-isu strategis pelatihan di masa depan. Dan juga terkait pengelolaaan pertanian di masa depan.

Mengawali arahannya, Pending Dadih Permana menyampaikan, ada empat aspek utama yang menjadi pertimbangan agar dunia pertanian dapat lestari. Menurutnya, aspek tersebut adalah iklim, lahan, air dan sumber daya manusia. Aspek iklim misalnya, sudah menjadi perbincangan umum dan telah pula dirasakan oleh masyarakat Indonesia tentang mulai bergesernya pranoto mongso (dalam bahasa Jawa). Jangka waktu antara musim hujan dan kemarau tak lagi dapat menggunakan informasi/ pepatah zaman dulu. Di Jawa ada singkatan untuk mempermudah mengenal kondisi iklim seperti Desember ( gede-gedene sumber), Januari (hujan sehari-hari ) dll.

Masih menurut Pending Dadih Permana, el-nino dan la-nina adalah 2 pasang kondisi iklim di mana el–nino membicarakan kondisi kering dan la-nina adalah kondisi basah. Perbedaan antara el-nino dan la-nina didasarkan pada perbedaan 1 derajat antara 2 samudra besar di dunia sebagai patokan. Selain itu efek vegetasi di muka bumi juga menjadi alasan terjadinya perubahan el-nino atau la-nina. Juga sinar matahari memberikan efek albedo sehingga terjadi pelepasan energi berupa panas dan muka bumi yang tanpa vegetasi akan memantulkan gelombang panjang yang lebih banyak dari gelombang pendek yang telah diterima dari matahari dan itu mengakibatkan bumi semakin panas.

Aspek kedua adalah kondisi lahan. Salah satu yang mencemaskan adalah penggunaan bahan/ pupuk anorganik yang terus meningkat untuk memacu produksi dan produktivitas pertanian sehingga mengakibatkan C/N semakin kecil dan ini mengindikasikan kondisi lahan yang semakin kritis. Hal tersebut diperparah dengan budaya masyarakat pertanian yang suka membakar jerami setelah panen untuk mempercepat persiapan lahan selanjutnya.

Kebijakan peningkatan produksi dan produktivitas pertanian mengharuskan lahan selalu bervegetasi terus menerus tanpa jeda. Oleh karena itu gerakan tak bakar jerami menjadi masukan tehnologi sederhana untuk menambah C pada tanah, juga bahan organik lainnya sehingga tanpa mengurangi target produksi kondisi lahan dapat direstorasi untuk diperbaiki terus menerus. Tidak ada hasil kalau tak mau berusaha dan pondasi perbaikan lahan yang paling bagus adalah merubah budaya dan tata kelola di tingkat terdepan yaitu pelaku usaha agribisnis/ petani.

Selanjutnya aspek air. Telah menjadi data umum bahwa tinggi muka air di beberapa waduk/ bendungan besar di pulau Jawa telah mengalami penurunan dari tahun ke tahun di musim yang sama (kemarau atau penghujan). Defisit air yang tampak dari bendungan atau waduk tersebut mengindikasikan bahwa air yang mengalir berkurang atau bila lebih dalam dan rinci lagi telah pula terjadi pendangkalan waduk. Ini menyiratkan arti bahwa telah terjadi penggerusan tanah/ erosi di daerah hulu sehingga air sungai membawa pula material tanah dan diendapkan di waduk/ bendungan. Ketidak mampuan tanah / lahan untuk menyimpan air dan merosotnya kualitas air menjadi indikasi bahwa air adalah masalah serius di masa depan.

Pertanian tanpa air adalah keniscayaan dan tata kelola air menjadi ilmu serius di Indonesia untuk masa yang akan datang bila mulai sekarang pengelolaaan air tidak diperhatikan. Hal ini ditambah dengan persaingan penggunaan air yang tidak hanya untuk pertanian tetapi industri, rumah tangga dan lainnya juga butuh air.

Dan aspek keempat yang menjadi pangkal pengelolaan lingkungan pertanian adalah sumber daya manusianya. Untuk hal tersebut ada 3 pilar atau disebut trisula yaitu pendidikan, pelatihan dan penyuluhan. Seperti halnya bentuk trisula adalah penyuluhan yang menjadi ujung tombak, sementara pelatihan dan pendidikan mensupport penyuluhan untuk dapat berjalan lancar dan berlari kencang.

Terkait dengan peran yang harus dikembangkan BBPP Ketindan adalah pentingnya menumbuhkan jiwa kewirausahaan bagi sasaran pelatihan dan pelatih/ widyaiswara beserta segenap jajarannya. Hal ini dimaksudkan agar pengusaha-pengusaha dapat ditelorkan oleh BBPP Ketindan dan untuk itu menggandeng mitra usaha sebagai lokasi magang peserta pelatihan menjadi salah satu alternatif yang dapat diintensifkan.

Para pengusaha atau mitra usaha tersebut bukan hanya yang telah berkibar namanya tetapi alumni diklat atau para tenant dapat juga dikembangkan agar proses mengalami sendiri peserta diklat/ pelatihan menjadi pengalaman berharga yang akan dilanjutkan di lokasi awal mereka berada. Sekarang bagaimana keseriusan kita menetapkan langkah hari ini akan memanen di masa depan. SY/YNI