Milenial dan Perspektif Strategis Pelatihan Pertanian 2019

udin abay | Kamis, 09 Mei 2019 , 17:13:00 WIB

Swadayaonline.com - Milenial menjadi generasi pengalih mata setiap pengambil kebijakan di negeri ini. Begitu pula di Kementerian Pertanian, para generasi milenial menjadi sasaran target berbagai program dari setiap Direktorat Jendral Teknis maupun Badan Penyuluhan dan Pengembangan Sumberdaya Manusia Pertanian (BPPSDMP). Usia rata-rata di bawah 30 tahun yang melek teknologi, paham tentang digitalisasi serta mempunyai gaya dan style berbeda dengan generasi sebelumnya, menjadikan mereka para milenial adalah sesuatu yang unik, spesial serta nencirikan idiom khas lainnya (kreatif, inovatif dan aktif).

Dengan kondisi kekinian yang sedang berlangsung dan dialami oleh bidang pertanian, maka data terakhir menunjukkan tren semakin berkurangnya minat generasi muda untuk berusaha di bidang pertanian. Cap bahwa pertanian adalah miskin, kotor, bercaping, ndeso dan cap lain yang kurang bagus menjadi salah satu penghalang untuk milenial menjadi bagian daripadanya. Di sisi lain diversifikasi bidang pertanian yang menjadi pondasi industri belum banyak diekspose dan terinformasikan ke masyarakat. Di sinilah perlunya menggapai informasi dan menyebarkan data tentang keberhasilan dunia pertanian dalam perspektif berbeda dengan yang telah tergambarkan di mata masyarakat.

Salah satu yang bergerak aktif menjembatani antara kebutuhan bahan pertanian baik untuk rumah tangga, industri atau lainnya dengan penghasil produk dan produktivitas pertanian adalah Pusat Pelatihan Pertanian (Puslatan) yang mempunyai tugas untuk meningkatkan kualitas SDM pertanian melalui pelatihan. Menindaklanjuti fenomena di atas maka untuk tahun 2019, Bustanul Caya selaku Kepala Puslatan dalam arahannya dihadapan seluruh pejabat dan pegawai BBPP Ketindan, Puslatan telah mengeluarkan kebijakan tentang 4 strategi dasar dalam menyusun program pelatihan yaitu pelatihan berbasis vokasi yang link and match dengan mitra usaha pertanian (magang), sertifikasi profesi dari para SDM pertanian apalagi dengan telah dikeluarkannya peta okupasi beberapa waktu yang lalu oleh Kementan, pelatihan harus berjiwa enterpreneurship serta memaksimalkan fungsi P4S sebagai mitra di tingkat awal dan spesifik lokasi sesuai dengan komoditas yang digelutinya.

Pelatihan vokasi menjadi pintu pertama untuk mencetak tenaga kerja/ wirausaha yang akan memasuki dunia kerja atau mengembangkan usaha. Syarat ketrampilan atau keahlian yang dipersyaratkan oleh dunia usaha menjadi dasar untuk menentukan pola, materi, model, dan titik kritis yang harus diterima oleh peserta pelatihan. Di sini kita bicara pelatihan untuk orang dewasa yang telah berpengalaman, sehingga kurikulum dibuat berdasarkan kebutuhan peserta. Untuk mengetahui tingkat kebutuhan/pemahaman peserta, maka pre test, identifikasi masalah lapangan atau assesment lainnya dapat menjadi jendela dalam menilai tingkat kompetensi peserta.

Standar kompetensi kerja yang disepakati sebagai acuan adalah yang telah dikeluarkan oleh Kementerian Tenaga Kerja. Dalam pola atau model pelatihan vokasi, magang di mitra usaha sesuai dengan judul pelatihan (komoditas/teknis) menjadi ladang belajar nyata bagi peserta untuk mengasah kemampuannya. Kombinasi pola pelatihan yang dilakukan di UPT pelatihan (BBPP Ketindan misalnya) dengan magang di mitra usaha menjadi penguat untuk SDM pertanian agar menjadi kompeten. Dan di ujung waktu pelatihan, fasilitator/ panitia dan nara sumber akan memberikan penilaian terhadap peserta agar nantinya data-data tersebut dapat dipakai sebagai masukan untuk melakukan sertifikasi profesi bagi mereka yang memenuhi syarat.

Strategis kedua pelatihan pertanian di masa depan adalah tersertifikasinya SDM pertanian, sehingga mereka mampu bersaing dengan tenaga kerja dari luar negeri atau minimal kemampuan mereka telah terstandar dan diakui. Hal ini menjadi penting akhir-akhir ini terkait maraknya tenaga kerja pertanian dari negara Cina yang berbondong bekerja di Indonesia. Tenaga kasar bidang pertanian tersebut di beberapa wilayah telah menjadi pembicaraan dan turut pula mengurangi peluang berusaha petani lokal. Untuk itu berdasarkan peta okupasi bidang pertanian, Puslatan memfasilitasi program sertifikasi pertanian dan bekerjasama dengan BNSP dan LSP untuk keberlanjutan dan pemeliharaannya.

Tidak kalah pentingnya untuk strategi ketiga pelatihan pertanian adalah mengembangkan jiwa wirausaha pertanian. Dikatakan bahwa sebuah negara akan maju bila jumlah wirausahanya minimal 3 % dari jumlah penduduknya. Indonesi sampai saat ini belum mencapai angka tersebut, secara data baru sekitar 1 %. Maka poin penting yang harus ditumbuhkan oleh segenap jajaran pengembang SDM pertanian baik tenaga struktural apalagi fungsional (widyaiswara) selaku ujung tombak perubahan perilaku adalah menjadikan alumni peserta pelatihan untuk maju dan termotivasi terjun sebagai wirausaha. Contoh riil dari usaha yang telah dikembangkan baik oleh UPT Pelatihan atau widyaiswarta selaku pelatih menjadi pendorong semangat peserta untuk berwirausaha.

Selipan materi atau motivasi wirausaha menjadi syarat di banyak pelatihan ke depan. Dan yang terakhir sebagai benteng atau semacam puskesmasnya SDM di lapangan adalah penguatan kapasitas P4S. Berbagai bentuk penguatan seperti fasilitasi sarana prasarana, kerjasama pelatihan / magang di P4S sesuai dengan agribisnis yang telah dikembangkan, tehnologi spesifik yang telah dipunyai P4S atau membina tenaga/ pengurus P4S baik berupa pelatihan, magang, studi banding atau pemberian penghargaan kiranya menjadi bagian penting dari penguatan P4S untuk langkah ke depan. Keempat strategi pelatihan pertanian tersebut tidak akan dapat dilakukan tanpa silaturahmi antara semua komponen yang bergerak di bagian itu.

Di sini ada stakeholder, petani/ pelaku usaha, pemerintah selaku regulator atau terkadang fasilitaor (ASN dll), swasta dan masyarakat luas. Semua jabaran program-program tersebut diutamakan yang menjadi target adalah para milenial. Tentu cara pandang berbeda menjadi masukan di setiap momen penting dengan para milenial. Kerja cepat, akurat, tepat, kreatif, dengan memaku hubungan yang tidak lagi konvensional serta lebih terbuka dan transparan dengan mengikuti gaya kekinian akan mampu menarik minat generasi muda. Termasuk didalamnya ada insentif dan fasilitasi bagi mereka yang berperan dan berminat menjadi ikatan tersendiri. Milenial selaku pemegang peran masa depan telah membuka kebijakan untuk menaungi, mengembangkan dan memperluas khasanah berusaha bidang pertanian secara digital dalam berpromosi dan mengais rejeki untuk mensejahterakan petani/ pelaku usaha. SY/YNI