Sagu Bukan "Anak Tiri"

udin abay | Jum'at, 05 Juli 2019 , 11:44:00 WIB

Swadayaonline.com - Gemparnya gerakan menanam padi, jagung dan kedelai di seluruh wilayah NKRI tidak serta-merta membuat Badan Litbang Kementerian Pertanian RI “menganaktirikan” pangan lokal. Adalah sagu (Metroxylon sagu Rottb.), tanaman penghasil pati dari family Arecaceae ini, tetap menjadi perhatian Badan Litbang Kementerian Pertanian.

Tersebar luas di Negeri Burung Cenderawasih dan menyumbang 85% dari total luasan sagu dunia, Kementerian Pertanian melalui Balitbangtan BPTP Papua melakukan berbagai Penelitian dan Pengkajian penting yang bertujuan mengangkat, melestarikan dan membudidayakan sagu di Papua. Demikian komitmen BPTP Papua yang disampaikan oleh Kepalanya, Dr. Muhammad Thamrin.

Melalui kegiatan “Pengembangan budidaya sagu rakyat di Kabupaten Jayapura, gabungan peneliti, penyuluh dan litkayasa Balitbangtan BPTP Papua telah memulai giat kajian Sagu lokal Papua. Dimotori Peneliti yang yang sangat interest terhadap budidaya tanaman pangan lokal Papua, Dr. Alberth Soplanit, tim melakukan pengumpulan bibit sagu untuk dilakukan kajian agronominya. Adapun kajian tersebut hendak melihat metode pembibitan yang sesuai dengan kondisi spesifik lokasi (SPEKLOK) untuk pertumbuhan sagu.

Dua metode yang dikaji adalah metode pembibitan menggunakan Polybag yang diletakkan dalam rumah kaca, naungan paranet serta tanpa penaung di lapang dan metode pembibitan di habitat aslinya dengan cara perendaman di rakit yang diletakkan di dusun sagu pada area air mengalir. Laboratorium Balitbangtan BPTP Papua, dusun sagu kampung Kuadewar dan dusun sagu kampung Sabron menjadi tempat dilaksanakannya perlakuan pembibitan Sagu di rakit.

Empat hari setelah peringatan Hari Sagu III yang jatuh pada 21 Juni 2019, dilakukan giat pertama yang meliputi pembibitan pada polybag di area Lab. Balitbangtan BPTP Papua. Sebelum ditempatkan pada Polybag, pengambilan data karakteristik agronomi pada 100 anakan sagu (sucker) dikerjakan oleh Tim Sagu. Kegiatan tersebut meliputi Pemangkasan sucker (anakan sagu), penimbangan awal bobot sucker, perhitungan jumlah akar primer, akar sekunder dan akar primer terpanjang, serta diameter bongkol.

Untuk memperoleh data pengamatan yang valid terhadap berat awal, anakan sagu lebih dahulu dicuci sehingga tidak terdapat tanah menempel pada anakan sagu. Tidak hanya itu, pencegahan terhadap infeksi penyakit pun tidak luput dari fokus tim kajian sagu. Setiap anakan setelah diambil data agronominya, direndam dalam larutan campuran fungisida untuk mencegah infeksi jamur dan untuk kemudian dilabeli guna mempermudah pengamatan.

Perlakuan kedua dan ke tiga yaitu metode rakit pada air mengalir dilakukan dengan mengambil data karakteristik agronomi yang sama seperti metode dengan Polybag pada masing-masing 300 anakan di Dusun Kampung Kuadewar dan 200 anakan di Dusun Kampung Sabron. Interval pengamatan terhadap karakteristik pertumbuhan bibit sagu dilakukan setiap bulan hingga bulan ke empat.

Giat tim pada saat itu didukung oleh petani Kooperator yang antusias dan mendampingi Tim sagu hingga usai melakukan treatment. Juga beberapa warga sekitar yang datang melihat sambal berbincang-bincang mengenai sagu. “Sagu itu, mama untuk kami Orang Sentani”, demikian ungkapan masyarakat lokal Sentani mengenai Sagu.

Tim solid sagu berasal dari berbagai profesi yakni peneliti, penyuluh dan teknisi litkayasa (Alberth, Sri, Petrus, Merlin, Yunita, Rohimah, Eko Binti dan Idris). Rilis: Balitbangtan BPTP Papua. SY/HMSL