Varietas Padi Resistan Hama dan Penyakit, Harapan Petani Masa Depan

udin abay | Rabu, 27 September 2017 , 12:25:00 WIB

Swadayaonline.com - Organisme pengganggu tanaman (OPT) menjadi salah satu masalah utama dalam budi daya padi dan menjadi kendala peningkatan produksi nasional beras di Indonesia. OPT utama yang mengganggu pertanaman padi di Indonesia antara lain penggerek batang padi, wereng batang coklat, tikus, tungro, blas, dan HDB. Pada MK 2014-MH 2014/2015, luas serangan OPT mencapai 217.014 ha (3,23% dari luas tanam) dan 1.270 ha di antaranya mengalami puso. Kondisi klimatologi yang semakin sulit diprediksi menjadi momok utama bagi petani, karena akan berimbas pada terjadinya peningkatan serangan hama dan penyakit bahkan mendorong terjadinya outbreak hama/penyakit.

Syahri dan Renny Utami Somantri (2016), menyampaikan bahwa penggunaan pestisida menjadi pilihan utama petani untuk menekan serangan OPT, padahal menurut Laba dan Trisawa (2008), penggunaan pestisida dapat menimbulkan dampak negatif terhadap hama utama dan organisme bukan sasaran. Dampak tersebut berupa munculnya resistensi dan resurjensi serangga hama serta terancamnya populasi musuh alami dan organisme bukan sasaran. Alternatif pengendalian OPT yang cukup efektif dan murah yaitu menggunakan varietas tahan, dan terbukti merupakan teknologi yang dominan peranannya dalam meningkatkan produksi padi (Las 2004). Fagi et al. (2001) bahkan memperkirakan bahwa kontribusi dari adanya interaksi irigasi, varietas unggul (VUB), dan pemupukan terhadap laju kenaikan produksi padi mencapai 75%.

Balai Besar Penelitian Padi (BB Padi), sesuai mandatnya terus melakukan improvisasi terhadap teknologi yang dihasilkannya, salah satunya varietas unggul tahan hama dan penyakit. Target utama ketahanan adalah wereng batang coklat dan kresek atau hawar daun bakteri yang disinyalir berkontribusi besar pada kegagalan panen di tingkat petani.  Ada 3 (Tiga) varietas tahan yang diunggulkan oleh BB Padi digelar dan dipamerkan kepada khalayak pada demplot area di Hari Pangan Sedunia yang diselenggarakan di kabupaten Sanggau, Prop. Kalimantan Barat.

Karakteristik Inpari 32 HDB

Salah satu varietas turunan Ciherang, satu mega varietas Indonesia saat ini adalah Inpari 32 HDB. Varietas baru yang berumur kurang lebih 120 hari setelah semai ini memiliki tinggi tanaman 97 cm, dengan postur tanaman tegak, serta daun bendera yang tegak menjulang sehingga mampu menerima dan memanfaatkan sinar matahari secara optimum untuk pertumbuhannya. Postur tubuhnya yang tegak dan langsing membuat varietas ini tampil cantik dan mendekati tanaman tipe ideal yang sangat disukai oleh petani.

Dibandingkan varietas tetuanya tersebut, Inpari 32 HDB memiliki beberapa keunggulan yang signifikan baik dari ketahanannya terhadap penyakit maupun hasil gabahnya. Varietas unggul ini memberikan respon tahan terhadap penyakit HDB ras III, serta agak tahan terhadap penyakit HDB ras IV dan VIII. Penyakit HDB ras IV merupakan satu ras yang paling virulen diantara ketiga ras penyakit HDB. Hal ini memberikan harapan kepada petani, bahwa penggunaan varietas ini di lahan endemis HDB atau yang dikenal sebagai penyakit kresek akan menekan penyemprotan bakterisida. Selain itu, varietas ini juga bereaksi agak tahan terhadap penyakit tungro ras lanrang, sehingga baik untuk dikembangkan di daerah-daerah lahan irigasi yang endemis tungro seperti Bali, Sulawesi Selatan, Kalimantan Selatan dan sebagainya. Terlebih dengan satu tambahan keunggulannya berupa ketahanannya terhadap 2 ras penyakit blas untuk antisipasi permasalahan baru di lahan irigasi di Indonesia yang saat ini juga menjadi momok baru pada pertanaman padi.

Varietas turunan Ciherang dan IRBB64 ini walaupun memiliki potensi hasil yang seimbang dengan Ciherang, namun ternyata di banyak lokasi mampu menghasilkan bobot gabah panen sekitar 1 ton lebih unggul dibandingkan Ciherang. Hal ini didukung oleh bobot 1000 butir varietas ini yang mencapai 27,1 g, nyata lebih tinggi dibandingkan Ciherang (25 g). Dengan rassanasi yang setara dengan Ciherang (medium), postur tegak, hasil gabah yang baik, persentase rendemen dan didukung ketahanan terhadap penyakit yang baik, tidak heran jika dalam waktu yang relative singkat, varietas Inpari 32 HDB mulai menjadi primadona di lahan-lahan sawah irigasi.

Karakteristik Inpari 33

Varietas berumur sangat genjah ini tidak hanya lebih genjah, tetapi juga lebih pendek posturnya dibandingkan Ciherang dan IR64 (Ciherang berumur 116-125 hari dan tingi tanamannya 115-126 cm) (BB Padi, 2009).   Inpari 33 merupakan varietas padi unggul berumur sekitar 107 hss, tinggi tanaman 93 cm, dengan batang dan daun yang tegak dan berwarna hijau dibandingkan dua mega varietas tersebut.

Didukung ketahanannya terhadap 3 biotipe wereng batang coklat, varietas unggul baru ini mulai digelar dan diperkenalkan kepada petani. Varietas ini bahkan memiliki persentase rendemen dan beras kepala yang tinggi serta potensi hasil yang jauh lebih tinggi dibandingkan Ciherang dan IR64. Pada lokasi yang sesuai, varietas ini mampu menghasilkan gabah panen mencapai 9,8 t/ha dengan rata-rata 6,6 t/ha. Inpari 33 juga memiliki bobot 100 butir yang lebih berat (28 g) dan tekstur nasi medium (kadar amilosa 23,6%), seperti halnya Inpari 32 HDB. Varietas yang diharapkan dapat menjadi alternative varietas unggul tahan wereng ini juga bereaksi agak tahan terhadap penyakit kresek dan patah leher (blas daun), sehingga cocok untuk dikembangkan di lahan irigasi pada ketinggian maksimal 600 mdpl.

Karakteristik Inpari 43 Agritan GSR 

Inpari 43 Agritan GSR berumur sekitar 111 hari setelah semai, artinya jika bibit ditanam ketika berumur 21 hari, maka akan dipanen sekitar 90 hari setelah panen, tentu saja memungkinkan adanya variasi antar lokasi dan musim.  Varietas ini memiliki tinggi tanaman sekitar 88 cm dan jumlah anakan produktif sekitar 21 buah, berdasarkan nilai rata-rata di 16 lokasi pengujian.  Varietas ini memiliki postur agak tegak, dengan daun bendera panjang dan malai berada di tengah.  Posisi demikian banyak disukai petani karena dapat menghindari serangan burung.  Malai varietas ini lebat, dengan jumlah gabah isi per malai sebesar 108 butir, berdasarkan rata-rata seluruh malai dalam suatu rumpun yang diamati dari lokasi-

Inpari 43 Agritan GSR memiliki rasa pulen (kandungan amilosa 18,19%) dengan warna gabah putih dan pengapuran yang rendah.  Varietas ini memiliki bentuk ramping dengan ukuran sedikit lebih kecil daripada Ciherang, yaitu memiliki bobot 1000 butir 23,74 g.  Berasnya berwarna putih dengan persentasi beras kapur yang rendah.

Inpari 43 Agritan GSR memiliki potensi hasil 9,02 t/ha, yang dicapai saat pengujian di Cianjur pada MH 2013.  Hasil yang diperoleh petani dapat bervariasi baik lebih rendah maupun lebih tinggi daripada angka tersebut, tergantung kondisi lingkungan dan teknik budidaya yang diterapkan.   Berdasarkan pengujian di 16 lokasi pengujian diperoleh nilai rata-rata hasil sebesar 6,96 t/ha.  Randemen beras giling varietas ini cukup tinggi, yaitu 70,09 %, sehingga tonase di lahan diharapkan diikuti dengan tingginya tonase beras yang dihasilkan.

Inpari 43 Agritan GSR bersifat tahan terhadap hawar daun bakteri strain III, agak tahan terhadap hawar daun strain IV dan VIII, tahan terhadap blas daun ras 073 dan 133, dan agak tahan blas daun ras 033.  Diharapkan varietas ini memiliki ketahanan cukup luas terhadap jenis-jenis hama dan penyakit yang ada di lapang. 

Berdasarkan latar belakang tetuanya, yaitu WuFengZhan/IRBB5//WuFengZhan, varietas ini juga diharapkan memberikan variasi genetik terhadap varietas yang telah ada, sehingga memberikan buffering capacity terhadap dimanila lingkungan tumbuhnya.  Masuknya varietas ini diharapkan memberikan pergiliran gen misalnya gen ketahanan, sehingga durabilitas ketahanan varitas yang ada di lapang akan lebih panjang.

Dewasa ini Inpari 43 Agritan GSR menunjukkan ketahanan lapang terhadap wereng batang coklat yang cukup baik dibandingkan dengan varietas-varietas lain disekitarnya. Kedua varietas tersebut diduga memiliki ketahanan horisontal terhadap wereng batang coklat yang baik, sehingga tahan terhadap koloni wereng batang coklat di beberapa daerah.  Kedua varietas tersebut juga menunjukkan gejala ragged stunt (kerdil rumput) yang rendah.  Tanaman terlihat bersih, terbebas dari gejala serangan hama dan penyakit.  Di Kecamatan Bango Dua Kabupaten Indramayu pada MK 2017,  diperoleh informasi bahwa Inpari 43 Agritan GSR masing-masing memberikan hasil 7,6 ton/ha dan 8,4 ton/ha, sedangkan varietas eksisting lainnya memberikan hasil berkisar antara 3 – 4 ton/ha.  Pada saat itu terjadi serangan wereng dan kerdil rumput di areal tersebut.  Ketahanan lapang kedua varietas tersebut terhadap wereng batang coklat juga terlihat di Cilacap, Banyumas, dan Karawang meskipun bukan pada hamparan yang luas.  Diharapkan kedua varietas tersbut dapat mengatasi serangan wereng di daerah-daerah endemik yang lain. BB Padi