Jamin Suplai Bahan Baku Tanaman Obat Dengan Sistem Budidaya Sesuai Agroekosistem

udin abay | Kamis, 11 Juli 2019 , 20:18:00 WIB

Swadayaonline.com  Penggunaan obat tradisional didunia terus meningkat dari waktu seiring dengan kondisi masyarakat yang back to nature, membuat industri obat tradisional menjadi besar. Jahe adalah tanaman biofarmaka kelompok rimpang yang mempunyai luas panen paling tinggi pada tahun 2017, yaitu sebesar 10.675,97 hektar. Urutan kedua adalah tanaman kunyit dengan luas panen sebesar 6.510,28 hektar dan urutan ketiga adalah tanaman kencur dengan luas panen sebesar 2.099,25 hektar.

Tanaman biofarmaka kelompok rimpang yang mengalami peningkatan luas panen pada tahun 2017 adalah kunyit . Luas panen kunyit meningkat dari 5.171,71 hektar pada tahun 2016 menjadi sebesar 6.510,28 hektar.Pada tahun 2017, tanaman biofarmaka kelompok bukan rimpang mengalami kenaikan luas panen adalah kapulaga dan sambiloto, sisanya mengalami penurunan luas panen.

Kenaikan luas panen terbesar adalah tanaman kapulaga, yang mengalami kenaikan luas panen sebesar 484,84 hektar dari tahun sebelumnya. Penurunan luas panen terbesar adalah tanaman tanaman lidah buaya yang luas panennya turun sebesar 7,37 hektar dari tahun sebelumnya. Kenaikan produksi terbesar adalah tanaman kunyit, naik sebesar 20.899 ton dari tahun sebelumnya.

(Data BPS: Statistik Tanaman Biofarmaka Indonesia 2017, 2018-10-05) Produksi jahe nasional tumbuh rata-rata sebesar 35,9% per tahun, meningkat dari 94,7 ribu ton pada tahun 2011 menjadi 303 ribu ton pada tahun 2015 (BPS, 2016). Dibandingkan dengan beberapa negara penghasil jahe di dunia, Indonesia merupakan negara terbesar ke empat penghasil jahe setelah Tiongkok, India, dan Nepal.

Total produksi jahe di dunia pada tahun 2013 sebesar 2,1 juta ton dan hampir 90% berasal dari Asia atau setara dengan 1,9 juta ton. Permintaan dunia didominasi oleh jahe dengan pangsa impor pada tahun 2015 mencapai 36,2% atau dengan nilai impor sebesar USD 745,8 juta meskipun mengalami penurunan 18,1% dibandingkan impor tahun sebelumnya. Importir terbesar untuk komoditas jahe adalah Jepang dengan pangsa impor yang mencapai 15,7% (FAO, 2016).

Empat negara importir terbesar lainnya adalah Amerika Serikat, Belanda, Pakistan, dan Jerman. Kelima negara importir jahe terbesar tersebut menguasai 54,1% pasar atau senilai USD 406,7 juta. Untuk menunjang kelestarian lingkungan hidup dan menjamin suplai bahan baku bagi kebutuhan industri obat maka perlu dikembangkan sistem budidaya tumbuhan obat yang sesuai dengan agroekosistem.

Dalam budidaya tersebut perlu diperhatikan kualitas produk bahan baku yang dihasilkan dan kualitas varietas tanaman. Pemanfaatan tanaman obat harus seiring dengan upaya pertanian yang menjaga ketersedian, kelestarian dan keaslian jenisnya (speciesnya) (Sukardiman et al.,2009).

Terkait kesesuaian lingkungan, iklim dan tanah, untuk budidaya tumbuhan obat, ada beberapa tahapan yang harus dilakukan. Setiap tahap mempunyai ciri tersendiri dan memerlukan perlakuan khusus. Lingkungan tumbuh merupakan faktor yang cukup penting karena berkaitan dengan peningkatan produksi dan dapat dipertahankan sifat genetik dari tanaman. Masalah pengolahan lepas panen juga ikut berperan dalam mendapatkan bahan atau simplisia yang bermutu tinggi.

Untuk menunjang perkembangan budidaya tanaman obat di Indonesia, Balai Besar Pelatihan Pertanian (BBPP) Ketindan menyelenggarakan pelatihan vokasi budidaya tanaman obat bagi petugas dan pelaku usaha, yang telah dilaksanakan mulai tanggal 8 sampai 12 Juli 2019, dan dibuka oleh Kepala BBPP Ketindan, Dr. Kresno Suharto, MP. Pelatihan ini sangat penting dilaksanakan terutama untuk melahirkan job seeker dan job creator sebagai tujuan utama dari pelatihan berbasis vokasi. Semua kegiatan pengembangan tumbuhan obat berbasis pada lima pilar program pengembangan tumbuhan obat yaitu: pemeliharaan mutu, keamanan dan kebenaran khasiat, keseimbangan antara suplai dan permintaan (demand), pengembangan dan kesinambungan antara industri hulu, industri antara, dan industri hilir, pengembangan dan penataan pasar, termasuk penggunaan pada pelayanan kesehatan serta kepada penelitian dan pendidikan. SY/YNI