Dirjen Hortikulra : Beri Subsidi Petani Untuk Tanam Bawang

udin abay | Kamis, 17 Maret 2016 , 14:15:00 WIB

Swadaya, Jakarta : Bawang merah dan cabai merupakan komoditas yang mempengaruhi inflasi di pasaran. Direktorat Jenderal (Ditjen) Hortikultura Kementerian Pertanian melakukan sistim perubahan jadwal tanam untuk menghindari oversupply di musim-musin panen. Bawang merah yang dibudidayakan secara organik memiliki harga jual di pasaran yang berbeda dengan harga bawang merah dengan budidaya secara konvensional, salah satu dengan pengemasan packing dan sertifikat organik.

Untuk meningkatkan produksi bawang merah di Indonesia, Ditjen Hortikultura memberikan bantuan subsidi sebesar Rp 37,5 juta bagi petani yang kekurangan modal untuk bertani. Menurut Direktur Jenderal (Dirjen) Hortikultura, Spudnik Sujono untuk mencukupi kebutuhan bawang merah bulan Ramadan, pihaknya akan memberikan stimulan bagi para petani bawang merah memulai tanam pada bulan April ini. Hal tersebut merupakan bantuan subsidi modal untuk biaya produksi bawang merah, mulai dari proses pembelian bibit, menanam hingga memanen.

Saat panen bawang merah di Kabupaten Enrekang Spudnik mengatakan sudah ada program untuk membantu petani agar cepat kembali penanaman bawang merah terutama untuk kebutuhan bulan Ramadhan, dan bantuan subsidi Rp 37,5 juta per hektar untuk lahan 130 hektar. Jumlah kebutuhan bawang merah di Indonesia mencapai 80-90.000 ton per bulan, berarti satu tahun konsumsinya mencapai 960.000 hingga 1,02 juta ton per tahun.

Pihaknya optimis para petani bawang merah mampu memproduksi bawang merah antara 100.000 hingga 120.000 ton per bulan, atau mencapai 1,2 juta hingga 1,14 juta ton per tahun.

Di Jakarta terdapat kebun bawang merah seluas 1,5 hektar di Kecamatan Semanan Jakarta Barat. Dalam mendorong peningkatan produksinya, pihaknya akan memperbanyak kegiatan tanam bawang merah di seluruh daerah di Indonesia. Pengembangan tersebut rencananya akan dilakukan di 27 dari 33 provinsi yang meliputi 64 Kabupaten/Kota dengan perkiraan luas lahan sekitar 1.732 hektar yang produksinya sebanyak 17.701 ton per tahunnya.

Spudnik menyebut telah menyelidiki apa yang terjadi bahwa fakta di lapangan, ditemukan bawang merah sangat berlimpah, tidak ada kekurangan. Hanya inventor atau pedagang besar yang menahan pasokan, agar bawang merah tidak disebarkan. “Kenapa harga naik. Barang (bawang merah) itu ada, ternyata para inventor menahan, dan saya tanya, kenapa? Ternyata mereka mendesak agar ada impor, saya tegaskan, tidak akan ada impor. Kenaikan harga bawang merah saat ini bukan karena pasokan kurang di daerah pemasok, tetapi mahalnya harga disebabkan tata niaga yang belum terbenahi dan adanya oknum-oknum bandel yang menimbun pasokan tersebut di gudang masih marak.”

Direktur Sayuran dan Tanaman Ditjen Hortikultura Kemtan, Yanuardi mengatakan dana stimulan yang diberikan tidak akan cukup untuk membiayai produksi bawang merah. Karena, biaya produksi bawang merah di atas lahan satu hektar mencapai Rp 70-80 juta. Dana tersebut tidak akan diberikan dalam bentuk uang tunai, melainkan sudah dalam bentuk barang.

Spudnik mengatakan dengan program percepatan tanam dan panen yang terjadi di beberapa daerah Bima dan Brebes, Kemtan memastikan Indonesia tidak perlu impor bawang merah. "Dengan produksi bawang merah di beberapa daerah, khususnya di Kabupaten Enrekang ini, saya pastikan stok bawang merah di Indonesia aman, cukup untuk memenuhi kebutuhan bawang merah. Jadi kita tidak perlu impor," tambahnya.

Jika keran impor dibuka, petani akan protes karena stok sudah ada. Impor bawang merah dengan harga murah di kisaran Rp 8.000 per/kg akan menekan harga jual di tingkat para petani. Menurut Dirjen Hortikultura, saat ini harga jual bawang merah dari petani berkisar Rp 20.000-25.000 per kg. Bila terjadi impor dikhawatirkan harga jualnya akan turun drastis menjadi Rp 10.000. Padahal, break event point (BEP) atau modal dasar para petani untuk menanam bawang Rp 10.000 per kg.

“Yang lebih penting petani mendapatkan keuntungan lebih tinggi dibanding pengusaha yang membeli hasil produksi petani. Dia tidak terima bila petani hanya mendapat keuntungan Rp 5.000-10.000 per kg, sedangkan pengusaha atau pedagang besar mencapai Rp 20.000-25.000 per kg, dengan menjual bawang merah Rp 45.000 per kg kepada konsumen. Itu saya nggak mau. Masa lebih banyak untung pedagang dari petani yang sehari-hari bersusah payah dari pagi hingga malam menanam yang hanya menikmati keuntungan Rp 3.000-5.000 per kg. Pokoknya petani bisa mendapatkan untung lebih dari padagangnya. Sah-sah saja pedagang ingin untung, tapi untungnya jangan terlalu melebihi keuntungan petani. Kan mereka yang susah payah menanam, merawat hingga memetik hasilnya,” tegas Spudnik.
    Tahun 2015 potensi lahan pertanian bawang merah di Kabupaten Enrekang mencapai 6.025 hektar, dengan ;luas tanam 5.447 hektar yang panennya mencapai 5.356 hektar dan produksi yang dihasilkan dengan luas panen tersebut mencapai 58.537 ton di tahun 2015. Menurut Kepala Dinas Pertanian Provinsi Sulawesi Selatan, Fitriani bahwa kondisi tersebut mengalami peningkatan dari tahun 2014 yang luas tanamnya 4.460 hektar dan luas panen 4.436 hektar serta produksinya mencapai 44.189 ton. "Dari produksi tersebut sebanyak 25.000-30.000 ton dipasarkan untuk kebutuhan masyarakat Sulawesi Selatan dansisanya sekitar 28.000 ton lebih dipasarkan ke wilayah Indonesia Timur," tegasnya.SY