"Feromon" Pengendali Serangga Hama Tanaman Tebu

udin abay | Selasa, 28 November 2017 , 20:24:00 WIB

Swadayaonlone.com - Saat ini total luas areal perkebunan tebu nasional sekitar 454 ribu ha dan 59.18% adalah berstatus perkebunan rakyat. Total produksi tebu nasional sekitar 2,5 juta ton. Dari tahun ketahun terdapat fluktuasi yang cenderung menurun dalam produksi, diantaranya dikarenakan serangan hama penggerek pucuk tebu S. excerptalis yang secara signifikan mampu menurunkan hasil panen hingga 51% dan kerugian yang disebabkan oleh hama tebu di Indonesia ditaksir sekitar 75%.

Serangga hama tersebut diketahui memiliki senyawa kimia spesifik untuk berkomunikasi dengan pasangannya saat akan kopulasi/kawin untuk meneruskan generasinya, yang disebut feromon seks . Feromon seks dapat ditiru dan disintesa untuk dimanfaatkan dalam pengendalian serangga hama. Pemanfaatan feromon seks sebagai umpan dalam alat perangkap untuk monitoring dan mass trapping mulai dikembangkan, masing masing serangga hama Formulasi feromon seks masing masing serangga tersebut untuk populasi Indonesia belum dieksplorasi.

Kepala Balai Besar Penelitian Bioteknologi dab Sumberdaya Genetika (BB Biogen), Badan Litbang Pertanian, Dr. Mastur di sela acara Focus Group Discussion (FGD) di Ruang Rapat BB Biogen, Cimanggu, Bogor, mengatakan bahwa penggunaan feromon dapat mengurangi pestisida Penggerek pucuk tebu S. excerptalis, dan penggerek batang tebu C. sacchariphagus, merupakan hama-hama penting pada tanaman tebu. Di daerah subtropik, seperti India, dan daerah tropik seperti Indonesia, merupakan hama yang sangat merusak. (28/11/2017)

Pengendalian serangga hama terutama dengan aplikasi insektisida, namun kurang efektif karena larva (ulat) ada di dalam jaringan tanaman dan banyak menimbulkan pencemaran lingkungan karena musuh alami dan organisme bermanfaat lainnya bisa terbunuh. Oleh karena itu, Balitbangtan teknologi alternatif ramah lingkungan untuk pengendalian hama-hama tersebut.

Balitbangtan telah melakukan penelitian dan pengembangan, uji lapangan formulasi feromon seks S. excerptalis dan C. sacchariphagus populasi Indonesia. Penelitian dilakukan di dua lokasi yaitu di PT. PG. Subang, di Desa Pasirbungur, Kabupaten Subang, Jawa Barat dan PT. Perkebunan Nusantara X, Pusat Penelitian Gula, Penataran Jengkol, Kediri, Jawa Timur. Dari hasil tersebut, BB BIOGEN membuat formulasi feromon sintetik untuk S. excerptalis dan C. sacchariphagus yang memiliki daya tarik lebih bagus dibandingkan betina virginnya.

Formulasi feromon seks sintetik tersebut dapat digunakan untuk pengendalian serangga hama penggerek tebu, baik sebagi alat monitoring maupun sebagai alat perangkap masal. Hal ini akan mendukung kebijaksanaan Pemerintah dalam penggunaan insektisida sehingga lebih aman, tidak mencemari lingkungan dan hama terkendali.

Cabai Carvi Agrihorti

Secara umum tingkat produktivitas cabai merah besar dunia belum maksimal, demikian juga negara-negara produsen cabai merah terbesar di dunia juga belum mencapai tingkat produktivitas yang optimal. Indonesia menempati posisi ke-90 dunia dengan tingkat produktivitas sebesar 6,39 ton/ha. Hal ini mengindikasikan bahwa Indonesia masih memerlukan berbagai inovasi di bidang teknologi pertanian untuk meningkatkan produktivitas cabai.

Upaya pemerintah dalam mengatasi gejolak harga cabai dengan melakukan peningkatan luas tanam cabai pada musim hujan, pengaturan luas tanam dan produksi cabai pada musim kemarau, stabilisasi harga cabai dan pengembangan kelembagaan kemitraan yang andal dan berkelanjutan. Luas panen cabai untuk periode 2011-2015 cenderung meningkat dengan rata-rata pertumbuhan 5,54%. Selama periode tersebut pertumbuhan luas panen cabai di Jawa sebesar 6,87% sedangkan di Luar Jawa sebesar 4,07% (Pusdatin, 2016).

Pada akhir tahun 2016, luas areal pertanaman cabai merah besar mencapai 123.404 hektar dengan produksi 1.045.587 ton dan produktivitas 8,47 ton/ha (BPS, 2016). Produktivitas cabai tersebut masih sangat rendah jika dibandingkan dengan potensi hasilnya yang dapat mencapai 22 ton/ha.
Salah satu inovasi Balitbangtan Kementan telah melakukan inovasi cabai merah Carvi Agrihorti yang memiliki ketahanan terhadap serangan virus.

Calon varietas ini Carvi Agrihorti telah direkomendasikan sebagai varietas unggul baru yang adaptif didataran tinggi dengan keunggulan tahan virus belang cabai (ChiVMV), potensi hasil mencapai 22-23 ton/ha, umur panen 95 hari dengan tinggi tanaman 78 cm,dan kadar capsaisin 2,6 mg/g. "Tanaman cabai Carvi Agrihorti akan segera dilepas Kementerian Pertanian sebagai varietas unggul baru. Keunggulan varietas tersebut selain tahan virus belang, rasa cabainya juga lebih pedas," ujar Mastur. SY