Jangan Pernah Percaya Dengan Negara Lain Yang Ingin Menjalin Kerjasama Dengan Indonesia

udin abay | Minggu, 10 Desember 2017 , 23:17:00 WIB

Swadayaonline.com - Perayaan puncak Hari Perkebunan 2018 Ke-60 yang dilaksanakan di Kampus Instiper Yogyakarta, berjalan meriah dan memberikan motivasi untuk memajukan perkebunan Indonesia. pada acara tersebut digelar berbagai kesenian daerah, drama sejarah perkebunan, dan dialog perkebunan dengan tema “Perkebunan Sumber Kemakmuran dan Perekat Bangsa” yang dipandu Tukul Arwana. Hadir sebagai pembicara Dirjen Perkebunan Kementerian Pertanian, Ketua Komisi IV DPR RI, Edhy Prabowo, Pengamat Politik, J. Kristiadi, dan Rektor Instiper, Purwadi. (10/12/2017) 

Dirjen Perkebunan, Ir. Bambang, MM pada diskusi tersebut mengatakan bahwa dengan perkebunan akan menjamin kemakmuran dan perekat bangsa. Dengan kondisi perkebunan sekarang ini, saatnya pemerintah, masyarakat, dan swasta bersatu untuk membangun dunia perkebunan agar menjadi lebih baik lagi. “Perhatian pemerintah terutama Komisi IV DPR RI, sangat luar biasa perhatiannnya. Kampus Istiper merupakan pengawal kawah condrodimuko, bagi generasi muda perkebunan indonesia,” ujarnya.

Edhy Prabowo juga mengungkapkan, bahwa dengan perayaan hari perkebunan yang ke-60, memperlihatkan bahwa ada semangat bangsa Indonesia ingin membangkitkan dan menjadikan perkebunan sebagai tuan di rumahnya sendiri. “Bagaimana perkebunan kembali menjadi primadona kembali. Dulu orang masuk dan menjajah Indonesia menjajah, yang dicari hasil perkebunan bukan padi atau jagungnya, tapi mereka mencari rempah-remahnya,” tegasnya.

Menurutnya, ini moment yang tepat bagi perkebunan dan harus berteriak bahwa perkebunan butuh perhatian, jangan lagi ada dikotomi antara yang kaya dan miskin. Dahulu pemerintah ada progran KUR, itujuga susah memperolehnya. Pengusaha juga punya kemampuan untuk mengandeng rakyat agar perkbunan menjadi kuat. “Di Indoensia perusahaan yang diberi ijin usaha, punya kewajiban 20 persen wajib mengandeng rakyat,” ungkap Edhy Brabowo. 

“Tetapi dengan tanah yang kaya dan bumi yang luas ini, apakah benar perkebunan masih bisa dinikmati rakyat?. Ini forum yang sangat penting untuk kembalikan perkebunan berjaya dan DPR RI akan membantu perkebunan milik rakyat,” ungkap edhy Prabowo. Menurutnya, tahun 2015, anggaran perkebunan sempat di angka Rp. 4 trilyun, namun tahun 2016 turun lagi menjadi hanya Rp. 224 milyar saja. Kita di DPR berontak, dan anggaran tahun 2018 kalau terwujud kini sekitar Rp. 1,9 trilyun.

J kristiadi, dalam diskusinya mengatakan bahwa Indonesia pernah di jajah dan rakyatnya dipaksa untuk menanam jenis tanaman yang laku dijual di negara penjajah tersebut. Sehingga saking kayaknya, Belanda bisa membuat kereta api dari hasil menjajah indonesia. Pengusaha juga harus bangkit, karena ini terkait masalah martabat Indonesia. “Karena mentalitas negara lain dan orang yang punya kekayaan di luar negeri, menggunakan modalnya juga untuk menekan indonesia. Mereka punya instrumen siasat dagang perang ekonomi seperti pada perkebunan sawit, agar tidak mudah diekspor ke negara lain,” tambahnya.

Menurutnya Indonesia punya kriteria untuk kualitas sawit yang bisa diekspor melalui ISPO, tapi negara lain punya akal-akalan agar tidak Indonesia tidak bisa ekspor dengan memberikan isu-isu lingkungan hidup. “Dulu ekspor kopra Indonesia sangat besar dan menjadi daya saing negara super power, agara Indonesia tdak bisa ekspor maka mereka mengatakan melarang memakai minyak dari kelapa. Setelah kopra jatuh, maka Indonesia kembali menguncang ekspornya dengan komoditas sawit. Namun setelah sawit berjaya, kini hantam dengan isu  bahwa perkebunan sawit Indonesia dianggap merusak lingkunga,” tegas J. Kristiadi.

“Dengan isu tersebut, pada dasarnya mereka ingin mempersulit Indonesia untuk ekspor sawit. Kini saatnya kita bersatu, kalau memang negara ini mau besar dan bersaing dagang dengan negara lain. Jangan salah mengerti, hubungan antar negara itu bukan hubungan cinta kasih, tapi karena punya kepentingan. Kalau kita dibantu dengan negara asing, bukan berarti negara itu cinta sama kita, semua pasti ada kepentingan mereka. Hubungan antar negara itu hubungan antar kepentingan, jangan tertipu dengan omongan dan wanaca diplomat yang manis. Sekarang dalam menjalin hubungan kerjasama, juga harus punya siasat, hubungan tersebut juga harus dimasukan kepentingan indonesia sendiri,” ujarnya.

J. Kristiaji juga mengatakan, bahwa sekarang ini saatnya jangan saling menyalahkan, tapi saling mengisi. Dengan semangat dan bersatu, Indonesia bisa meningkatkan devisa dan peranan untuk membangun negara. Karena suasana global ini, hubungan kerjasama dunia ini tidak di lagi atur demokratis. Misalnya PBB ada hak veto dan organisasi lainnya. Sebenarnya dalam percaturan global, kita juga harus bersiasat lebih cangih dari mereka. Minimal tidak harus percaya kepada mereka, kalaupun mereka datang, kita tetap terima baik-baik namun tetap bersiasat untuk kepentingan Indonesia.

“Dulu Presiden Obama memuji bahwa Indonesia merupakan negara besar dan demokratis. Namun dari tujuan pembicaraannya, Obama akan menjadikan Indonesia sebagai tempat barang Amerika yang bisa dikonsumsi oleh rayat indonesia. tapi kita terlalu terlena dengan omongan mereka yang terlalu memuji Indonesia, padahal niat mereka ada kepentingan terselubung.

Dalam komentarnya Edhy Prabowo mengatakan, bahwa pada dasarnya setuju bahwa harus sopan dan itu mutlak, tapi jangan pernah percaya dengan negara mana saja yang akan berhubungan dengan Indonesia. Lahirnya resolusi sawit merupakan salahsatu bukti nyata, tidak ada kerjasama tanpa ada “udang dibalik batu”. Saat ini menurutnya Indonesia sudah sangat terbuka dengan seluruh parlemen didunia. “Bahkan di DPR RI saking terbukanya, LSM asing boleh datang, walaupun sangat sakit hati dan tidak setuju, tetapi kita tidak bisa apa-apa, karena memang sudah ada undang-undang, aturan dan kerjsamanya,” ungkapnya.

“Tapi faktanya, mereka tiba-tiba di Eropa membuat resolusi bahwa sawit dilarang, itu merupakan pukulan telak bagi bangsa Indonesia, dan itulah kegagalan diplomasi kita. Padahal disetiap kongres apa yang diminta dunia, indoensia selalu ikut bahkan yang pertama berikan ratifikasi dan semua syaratnya. Dengan pengamalan tersebut, maka sekarang bangsa Indonesia harus berfikir lagi agar tidak tertipu. Mereka mengatakan bahwa dengan adanya impor sawit dari indonesia, mereka sangat untung. Tapi mereka membuat isu-isu yang membuat sawit kita tidak baik, dengan harapan harga sawit indonesia jatuh sehingga petani Indonesia akan semakin sengsara,” jelas Edhy Prabowo. 

Sementara itu, dalam diskusinya Purwadi memaparkan bahwa sebagian petani perkebunan ada yang sejahtera. Saat ini menurutnyaa perkebunan membuktikan sumber kemakmuran, namun harus bisa merubah cara pikir dari eksploitasi dengan budidaya yang baik sehingga masyarakat lebih sejahtera. Mari rubah cara pikir kalau perkebunan tempat orang miskin, karena banyak sukses. Salahsatunya dengan meningkatkan sumber daya manusia yang handal dibidangnya,” ujarnya. SY