Proliga Bawang Merah di Sukarami, Sumbar Capai 36Ton/Ha.

udin abay | Rabu, 24 Januari 2018 , 21:06:00 WIB

Swadayaonline.com - Bawang merah merupakan salah satu komoditas hortikultura yang memiliki peranan penting dalam menentukan kondisi perekonomian nasional Indonesia. Komoditas ini memiliki peran dalam menyumbangkan angka inflasi terutama pada saat produksinya menurun di musim-musim tertentu. Naiknya bawang merah akan juga membawa dampak pada benih bawang merah, karena selama ini belum ada pemisahan yang jelas antara usaha bawang merah konsumsi dan benih.

Salah satu cara untuk mengatasi masalah ketersediaan benih ialah melalui penggunaan benih asal biji botani (TSS = true seed of shallot). Penggunaan TSS memiliki beberapa keunggulan antara lain kebutuhan jumlah benih lebih rendah (5-7 kg/ha), penyimpanan benih lebih mudah dengan masa simpan yang lebih panjang yaitu 1-2 tahun, serta bebas virus dan penyakit tular benih. Introduksi inovasi TSS ke dalam sistem produksi bawang merah di Indonesia diharapkan memberi dampak luas terhadap peningkatan kesejahteraan petani dan pertumbuhan ekonomi nasional. 

Ketersediaan benih bermutu telah disadari bersama perlu mendapat perhatian khusus, karena merupakan unit fundamental dalam sistem produksi bawang merah. Beranjak dari diperolehnya inovasi produksi benih asal biji botani (TSS = true shallot seed), strategi peningkatan produksi bawang merah, Balitbangtan sejak tahun 2017 memberikan porsi perhatian yang sangat besar terhadap pengembangan bawang merah asal biji botani.

Untuk meningkatkan produktivitas dan  daya saing TSS tersebut perlu dukungan pemerintah dalam membangun jejaring kerjasama perbenihannya dengan petani/penangkar di daerah-daerah sentra produksi sesuai implementasi teknologinya bersifat spesifik lokasi. Badan Litbang Pertanian sebagai penghasil inovasi berperan penting terhadap keberhasilan produksi dan pengembangan TSS.. Dalam hal ini diperlukan keterlibatan, sinergi dan kerja sama banyak pihak baik perguruan tinggi, institusi penelitian lainnya, penangkar, BPSB maupun swasta. Secara umum sinergi dan kerja sama meliputi perakitan dan pengembangan VUB, produksi dan distribusi benih sumber dan benih sebar, pengendalian mutu melalui sertifikasi benih dan optimalisasi fungsi kelembagaan perbenihan. Sejalan dengan program pengembangan bawang merah Balitbangtan, kegiatan produksi TSS akan terus dilaksanakan di tahun-tahun mendatang agar teknologi produksi benih TSS dapat didiseminasikan ke kalangan pengguna secara lebih luas. 

Dalam mendukung Kabupaten Solok sebagai sentral produksi bawang merah di Sumatera, Badan Litbang Pertanian mengembangkan teknologi produksi benih bawang merah asal biji atau TSS (True Seed of Shallot) dan teknologi budidaya produksi menggunakan benih asal biji dengan populasi lipat ganda (Proliga) di Taman Sains Pertanian Sukarami, Sumbar seluas 1,5 hektar (600 ribu populasi tanaman).

Temu lapang dibuka oleh Kabid KSPHP Puslitbang Hortikultura Dr. Idha Widi Arsanti mewakili Kepala Pusat. Turut hadir pada acara tersebut Kadistan Kab. Solok, Kadistan Kota Solok, Kadistan Kota Sawahlunto, Kadistan Kota Payakumbuh, Kelompok Tani Kecamatan Lembah Gumanti, Danau Kembar, Lembang Jaya, Iliran Gumanti, dan Gunung Talang didampingi PPL masing-masing.

Panen benih bawang merah asal biji tanggal 12 Desember 2017 di Taman Teknologi Pertanian Sukarami, Sumbar dipandu Prof. Suwandi. Menurut Suwandi kebutuhan benih bawang merah per kektar apabila menggunakan umbi dibutuhkan 1.200 kg, sementara menggunakan benih asal biji cukup 3-4 kg per hektarnya.

Terkait Proliga bawang merah Suwandi menjelaskan bahwa hasil panen bawang merah yang selama ini 15-20 t/ha BKP (bawang kering panen) dengan teknologi Proliga dapat mencapai 30-40 t/ha. Peningkatan produksi terjadi karena diterapkannya 4 unsur teknologi Proliga yang meliputi; penggunaan benih TSS, penambahan populasi tanaman dari 200 ribu menjadi 400 ribu tanaman per hektar, penerapan manajemen hara dan air, dan pengendalian hama terpadu (PHT).

Uji petik yang dilakukan terhadap pertanaman bawang merah asal biji pada lokasi geltek adalah 0,9 kg per 10 tanaman. Apabila diconversi dalam satuan hektar menjadi 0,9 kg x 400.000 tanaman = 36.000 kg atau 36 ton per hektar. Hasil tersebut belum pada kondisi panen optimum (kurang 2 minggu). Sehingga pada saat panen dengan umur panen optimal hasil 40 t/ha optimis bisa tercapai kata Suwandi. SY/HMS