Pelarangan AGP dan Dampak Kekalahan Indonesia di WTO Sangat Merugikan Peternak

udin abay | Kamis, 25 Januari 2018 , 19:16:00 WIB

Swadayaonline.com - Peraturan Menteri Pertanian (Permentan) No.14/2017 tentang Klasifikasi Obat Hewan mulai di berlakukan per Januari 2018 ini. Melalui proses panjang sejak diterbitkannya UU PKH No. 18/2009 mengenai aplikasi AGP (Antibiotic Growth Promototer) tidak diperbolehkan lagi, sehingga per Januari 2018 pemerintah secara tegas melarang penggunaan AGP dan akan memberi sanksi bagi pelaku yang melanggar. Peternak unggas tanah air yang masih menganut sistem kandang terbuka baik ayam broiler maupun layer, tentunya akan mengalami berbagai kendala yaitu terjadinya infeksi yang tinggi, biaya yang lebih besar, dan pertumbuhan ayam yang lebih lama.

Larangan tersebut bertujuan untuk mencegah kejadian resistensi antibiotik, walaupun di kalangan industri perunggasan ada yang belum sepenuhnya siap memproduksi ayam dan telur tanpa AGP. "Saya minta semua pengusaha satu visi dalam melihat permasalahan teraebut. Mengenai AGP memang ada yang setuju dan tidak. Kita sangat menghawatirkan penggunaan antibiotik yang tidak terkendalu, walaupun belum ada yang mengungkapkan secara jelas bahwa ada dampak penggunaan antibiotik dari hewan ke manusia," ujar Dirjen Peternakan dan Kesehatan Hewan Kementan saat membuka acara Sarasehan Peternak Nasional 2018 yang diselenggarakan Perhimpunan Peternak Unggas Nasional (PPUN) di Bogor. (25/1/2018).

Menurutnya, dari data Kementerian Kesehatan, pengendalian antibiotik terhadap manusia sudah cukup baik, tapi untuk kesehatan hewan masih kurang. "Untuk itu saya minta Direktur Kesehatan Hewan untuk mengambil langkah strategis agar penggunaannya bisa atur menjadi lebih baik terkait produksi unggas ini dengan perayaratan yang ada dan lebih baik lagi. Pelarangan AGP merupakan salahsatu langkah bagaimana membuat anak keturunan kita menjadi lebih baik, dan menjadikan Indonesia sebagai lumbung pangan dunia 2045," kata Dirjen PKH.

Ketua penyelenggara sarasehan yang juga Sekjen PPUN, Kadma Wijaya mengatakan, dengan dilarangnya pemakaian AGP maka otomatis biaya produksi akab membengkak dan memberatkan peternak rakyat dan peternak akan habis. "Dengan sarasehan ini, saya berharap ada solusi dari pemerintah dan menyiapkan pengganti AGP, peningkatan biosekuriti dan peningkatan pengawasan obat hewan. Selain itu menurutnya, dampak ayam impor masuk karena adanya kekalahan Indonesia di WTO, akan menambah beray beban bisnis perunggasan saat ini.

Ketua Umum (Ketum) Gabungan Organisasi Peternak Ayam Nasional (GOPAN), Herry Darmawan mengatakan bahwa mengenai pelarangan AGP sudah disosialisasikan kepada seluruh anggotanya. Keputusan yersebut mauntidak mau harua direalisasikan oleh seluruh peternak. " Memang nantinya pertumbuhan ayam akan lambat berbeda saat masih menggunakan AGP. Pemeliharaan ayam itu 30% dipengaruhi oleh genetik dan 70% pada pakan dan lainnya. Kini tinggal bagaimana kita meningkatkan yang 70% tersebut agar perrumbuhannya tidak terlalu lambat," ujarnya.

Sementara itu Ketua PPUN, Dudung Rahmat mengatakan sudah banyak peraturan yang dibuat pemerintah untuk peternakan Permendag No. 27 tahun 2017 tentang acuan harga tertinggi. Namun saat harga ayam jatuh, tidak ada tindakan apa-apa dari pemerintah. Dengan adanya pelarangan AGP, tidak akan mempengaruhi harga ayam tetapi akan mempengaruhi biaya produksi. "Kita berharap, melalui perguruan tinggi, peneliti, maupun pengusaha dapat mencari jalan keluar untuk menggantikan AGP, yang hasilnya sama bila menggunakan AGP," tegasnya. SY