"Losses" Padi Masih Sangat Tinggi

udin abay | Senin, 05 Februari 2018 , 21:34:00 WIB

Swadayaonline.com - Hampir seluruh komoditi agriculture selalu kehilangan hasil, mulai komoditas padi, hortikultura, dan tanaman pangan lainnya. Kehilangan hasil (losses) padi 20 sampai 25 persen, mulai dari panen sampai pascapanen. “Bahkan kehilangan tersebut juga terjadi saat konsumsi nasi yaitu pada saat makan ada terbuang nasinya,” ujar Musdhalifah Machmud, Deputi Bidang Koordinasi Pangan dan Pertanian Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian pada acara Regional Consultan Asean Coorperation Project “Reduction Of Post-Harvest Loses (PHL) For Agricultural Produces And Products In Asean Region, di Bogor. (5/2/2018).

Menurutnya, dari data 2015-2016, loses pada padi diatas 20 persen bahkan komoditas hortikultura lebih tinggi. Upaya yang dilakukan Kementerian Pertanian dengan memberikan bantuan alsintan, dikatakan mampu menekan loses 11-15 persen, namun hal tersebut hanya sebagian daerah saja belum secara keseluruhan. Kehilangan tersebut mulai dari saat transportasi, pengeringan, infrastruktur yang terbatas, sampai pergudangan. “Kesejahteraan petani itu tergantung dari hasil petani. Kalau pendapatan yang hilang sampai 20 persen, itu sangat besar sekali dan menutupi kehilngannya juga sangat besar,” tambahnya.

Musdhalifah mengungkapkan, Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian akan memperbaiki regulasi dan bekerjasama dengan kementerian terkait dan swasta serta bumdes untuk menyediakan gudang, pengering, dan lainnya di setiap sentra produksi padi, agar kehilangan tersebut bisa ditekan bahkan biasa disimpan lebih lama, sehingga saat harga bagus petani bisa menjualnya. “Seperti sekarang ini sedang musim hujan, sehingga gabah digiling dalam kondisi kadar air tinggi. sehingga beras pecahnya banyak, dan itu juga salahsatu kehilangan hasil,” ujarnya.

Kepala Bidang Kerjasama dan Pendayagunaan hasil Penelitian Pascapanen Badan Litbang Pertanian, Kementerian Pertanian, Evi Savitri Iriani mengatakan acara Regional Consultation (RC) merupakan bagian dari rangkaian kegiatan di proyek penurunan susut pasca panen hasil pertanian dan produk-produknya di Asean. Kegiatan In-Country Consultation (ICC), didelegasi 10 negara Asean yaitu Brunei Darussalam, Kamboja, Indonesia, Laos, Malaysia, Myanmar, Filipina, Singapura, Thailand, dan Vietnam. Menurut Evi, kehilangan hasil terutama padi Indonesia masih ditengah-tengah negara Asean lainnya. “Untuk sayuran kita masih lebih lossesnya dibanding negara Thailand, namun untuk padi masih di bawah Vietnam,” ujarnya.

Proyek tersebut untuk memberi contoh model terkait penangangan penurunan loses. Proyek percontohan nantinya akan dilakukan di 3 negara yaitu Thailand untuk buah nanas, Indonesia komoditas cabai, sedangkan Vietnam untuk komoditas beras. Dari hasil proyek yang akan dilaksanakan tersebut, akan direplikasi oleh negara Asean sehingga kehilangan hasil bisa ditekan, paling tidak bisa menyamai negara Eropa. Indonesia sendiri rencananya akan melakukan proyek tersebut di Magelang sebagai salahsatu sentra cabai. “Kita akan lihat pengaruh cabai terhadap inplasi dan loses produksi, teknologinya, pasca panen, pengemasan, sampai kualitas saat di pasar,” ujar Evi.

Menurutnya, sudah ada beberapa kajian yang dilakaukan yaitu pengemasan yang biasanya memakai jaring, bila dilakukan dengan karton atau krat losesnya bisa ditekan. Biasanya begitu panen, cabai akan langsung masuk karung. Karena setelah dipetik, cabai masih terlalu panas, sehingga kalau langsung masuk dalam karung akan busuk, begitupun saat ditimbun. “Setelah mendapat kajian bagaimana cara pengurangan hasil tersebut, nantinya akan presentasikan ke negara Asean dan akan di replikasikan. Sistem pertanian kita lahannya kecil, san saat panen langsung dijual pengepul, sehingga dia tidak berpikir saat sampai dipasar apakah mengurangi kualitasnya atau tidak,” tegasnya.

Wakil Rektor 4 IPB Bidang Inovasi Bisnis dan Kewirausahaan, Erika B Laconi mengatakan sangat mendukung kegiatan tersebut, karena hasil riset nantinya bisa menangani pengurangan hasil terutama yang terjadi pada saat pasca panen. Dirinya mencontohkan loses yang terjadi pada jagung lebih dari 10 persen. Kehilangan tersebut karena kelembaban yang tinggi dan kadar air yang tinggi, sehingga terkena racun/aplotoksin yang mengurangi kualitasnya. “Kami ingin menbantu dengan hasil riset yang dilakukan tersebut, bisa diterapkan dilapangan. Tidak hanya economic valuenya, sosial value, tapi juga emosional value. Karena petani ini sudah menanam sampai panen, tapi kalau kualitasnya kurang bagus bisa menurunkan semangatnya dan itu harus bisa diatasi agar petani terus semangat menanam. SY