Yang Perlu Diketahui dari Pewarna Makanan

udin abay | Kamis, 23 Desember 2021 , 18:41:00 WIB

Swadayaonline.com - Salah satu hal yang cukup penting dalam menyediakan makanan yang berkualitas adalah pewarna makanan, penelitian menunjukkan bahwa warna untuk makanan menempati urutan kedua dari kriteria penilaian, setelah kesegaran makanan. Selanjutnya baru diikuti oleh bau, rasa, komposisi, nilai gizi dan seterusnya. Meskipun nilai gizi makanan merupakan faktor yang amat penting, dalam kenyataannya daya tarik suatu jenis makanan lebih dipengaruhi oleh penampakan, bau  dan rasanya. Warna, sebagai salah satu sifat penampakan, merupakan bagian integral dari kehidupan sehari-hari. Pengalaman sejak lahir telah menciptakan kebiasaan-kebiasaan untuk mengasosiasikan makanan tertentu dengan suatu warna yang khas, bahkan seringkali warna diasosiasikan dengan kualitas dan sifat-sifat organoleptik.

Penelitian menunjukkan bahwa warna makanan besar sekali pengaruhnya terhadap kesan/persepsi konsumen terhadap bau, rasa maupun tekstur. Diketahui bahwa:

1. Warna lebih besar pengaruhnya terhadap persepsi konsumen daripada bau, sekalipun rasa yang diteliti termasuk yang disukai dan produknya termasuk produk yang populer.

2. Warna sangat mempengaruhi kemampuan konsumen untuk mengidentifikasi jenis rasa maupun kemampuannya untuk mengestimasi intensitas dan kualitas rasa tersebut.

Warna ternyata juga ada pengaruhnya terhadap rasa, misalnya penambahan pewarna merah pada minuman dapat menaikkan skor kemanisan sebanyak 5-10%, sedangkan penambahan warna biru dapat mengurangi rasa asam sebanyak 20%. Warna dalam makanan juga dapat berasal dari warna alami makanan itu sendiri atau dari bahan pewarna yang ditambahkan ke dalam makanan tersebut, baik untuk mewarnai makanan yang tadinya tidak berwarna, untuk meningkatkan warna makanan supaya lebih menarik, atau supaya warna makanan kembali seperti warna aslinya. Pemakaian bahan pewarna dalam makanan bukan suatu hal yang baru dan telah dilakukan oleh produsen-produsen makanan sejak dahulu. Dahulu bahan pewarna yang banyak dipakai ialah bahan pewarna alami yang berasal dari tumbuhan. Akan tetapi dengan makin berkembangnya industri makanan, baik dalam jumlah maupun jenisnya, maka zat warna sintetis yang dalam beberapa hal mempunyai kelebihan-kelebihan tertentu, menggeser penggunaan bahan pewarna alami.

Pigmen alami dapat menjadi salah satu pilihan untuk meningkatkan ketahanan dan kualitas pangan karena pigmen alami merupakan salah satu zat non gizi yang mampu memberikan nutrisi bagi tubuh. Selain itu, pigmen alami ditemukan sangat melimpah pada sebagian besar sumber daya alam lokal Indonesia. Pigmen alami juga terbukti aman, baik sebagai makanan maupun pewarna makanan dibandingkan pewarna sintetik. Bahkan penggunaan pigmen alami sebagai pewarna makanan saat ini sedang menjadi perhatian para konsumen dan juga industriawan. Kenyataan ini karena penggunaan pewarna alami lebih menguntungkan dibandingkan pewarna sintetis, yaitu aman karena terbuat dari bahan alam yang tidak menimbulkan efek negatif bagi tubuh, mudah didapat, serta dapat menimbulkan rasa dan aroma khas. Sedang pewarna sintetis dapat berdampak negatif yaitu menyebabkan toksik dan karsinogenik. Oleh karena itu perlu dikembangkan pewarna alami yang banyak ditemukan di lingkungan sekitar, terlebih lagi Indonesia adalah negara yang sangat kaya dengan tumbuh-tumbuhan sumber pewarna alami.

Penggunaan pewarna makanan telah banyak memperoleh sorotan baik di luar negeri maupun di dalam negeri sehubungan dengan tingkat keamanannya. Tidak dapat disangkal bahwa pewarna makanan tidak berperan dalam memperbaiki nilai gizi makanan kecuali beta-karoten, apo-karotenal dan riboflavin; dan juga sama sekali tidak diperlukan untuk “survival”, akan tetapi ditinjau dari sudut estetika bahan pewarna ini amat penting. Pertama-tama karena keberhasilan dalam pemasaran suatu produk sangat ditentukan oleh penampakkannya, sehubungan dengan kenyataan bahwa konsumen pada umumnya menilai kualitas dan rasa dari warna produk tersebut. Kedua, produk yang memiliki warna yang menarik akan memiliki peluang yang lebih besar untuk dibeli konsumen dan dikonsumsi, dan hal ini selanjutnya dapat menjamin diet yang lebih  beraneka-ragam sehingga secara keseluruhan akan turut berperan dalam menciptakan masyarakat dengan tingkat gizi yang lebih baik.

Sejak zaman dahulu sudah menjadi kebiasaan umum untuk menambahkan pewarna makanan, seperti misalnya annato, cochineal dan saffran, pada jenis-jenis makanan yang memiliki warna yang kurang menarik. Pada masa kini pewarna makanan pada umumnya digunakan dengan tujuan-tujuan sebagai berikut:

1. Memperbaiki penampakan dari makanan yang warnanya memudar akibat proses termal atau yang warnanya diperkirakan akan menjadi pudar selama penyimpanan, misalnya sayuran.

2. Memperoleh warna yang seragam pada komoditi yang warna alamiahnya tidak seragam. Dengan penambahan pewarna diharapkan penampakan produk tersebut akan lebih seragam dengan demikian penerimaan produk tersebut oleh konsumen  juga akan lebih mantap. Contohnya pewarnaan kulit jeruk.

3. Memperoleh warna yang lebih tua dari aslinya. Misalnya pada produk-produk seperti minuman ringan dan yogurt yang diberi tambahan rasa tertentu, konsumen seringkali mengasosiasikan rasa tersebut dengan suatu warna yang khas.

4. Melindungi zat-zat rasa dan vitamin-vitamin yang peka terhadap cahaya selama penyimpanan. Dalam hal ini pewarna tersebut berfungsi sebagai penyaring cahaya atau tirai yang menghambat masuknya cahaya.

5. Memperoleh penampakan yang lebih menarik dari bahan aslinya, misalnya pewarnaan agar-agar.

6. Untuk identifikasi produk, misalnya margarin berwarna kuning.

7. Sebagai indikator visual untuk kulitas. Sehubungan dengan ini pewarna juga dapat digunakan sebagai alat bantu dalam proses pengolahan, penyimpanan dan pengawasan kualitas.

Di Amerika Serikat pemakaian bahan tambahan kimiawi, termasuk pewarna makanan, diperkirakan mencapai 3.1 – 100 mg per orang per hari, yang juga mencakup anak-anak di atas batas umur dua tahun. Data konsumsi untuk Indonesia sampai saat ini belum ada.

Zat warna masih satu golongan dengan kelompok zat warna alami, hanya zat  warna ini dihasilkan dengan cara sintesis kimia, bukan dengan cara ekstraksi atau isolasi. Jadi pewarna identik alami adalah pigmen-pigmen yang dibuat secara sintetis yang struktur kimianya identik dengan pewarna-pewarna alami. Yang termasuk golongan ini adalah karotenoid murni antara lain canthaxanthin (merah), apo-karoten (merah-oranye), beta-karoten (oranye-kuning). Semua pewarna-pewarna ini memiliki batas-batas konsentrasi maksimum penggunaan, terkecuali beta-karoten yang boleh digunakan dalam jumlah tidak terbatas.

Berdasarkan rumus kimianya, zat warna sintetis dalam makanan menurut “Joint FAO/WHO Expert Committee on Food Additives” (JECFA) dapat digolongkan dalam beberapa kelas, yaitu: azo, triarilmetana, quinolin, xanten dan indigoid. Kelas azo merupakan zat warna sintetis yang paling banyak jenisnya dan mencakup warna kuning, oranye, merah, ungu, dan coklat, setelah itu kelas triarilmetana yang mencakup warna biru dan hijau. Pewarna-pewarna sintetis merupakan sumber  utama perwarna-pewarna komersial.  Ada 2 macam pewarna sintetis yaitu FD & C Dyes dan FD & C Lakes.

Dyes adalah zat warna yang larut air dan diperjualbelikan dalam bentuk serbuk, granula, cairan, campuran warna, pasta dan dispersi. Dyes tidak dapat larut hampir dalam semua jenis pelarut-pelarut organik. Jika akan dipakai dalam makanan yang tidak mengandung air, zat warna ini dapat dilarutkan dulu dalam gliserin atau propilen glikol. Zat warna ini stabil untuk berbagai macam penggunaan dalam makanan.  Sedangkan pewarna yang tergolong FD C Dyes adalah Amaranth. Amaranth termasuk dalam golongan monazo yang mempunyai satu ikatan N=N. Amaranth berupa tepung berwarna merah kecoklatan yang mudah larut dalam air menghasilkan larutan berwarna merah lembayung atau merah kebiruan. Selain itu juga mudah larut dalam propilenglikol, gliserol, dan larut sebagian dalam alkohol 95%. Agak tahan terhadap cahaya, asam asetat 10%, HCl 10 – 30% dan NaOH 10%, sedangkan terhadap NaOH 30% kurang tahan dan menjadi agak keruh.     

Pewarna-pewarna ini dibuat dengan jalan melapisi alumunium hidrat dengan FD & C Dye. Konsentrasi pewarnanya bervariasi antara 10-40%. Penggunaannya terutama untuk sistem dispersi berminyak atau produk-produk yang kadar airnya terlalu rendah untuk dapat melarutkan dye, misalnya tablet, tablet yang diberi coating/pelapisan, icing, pelapis fondant, pelapis-pelapis berminyak, campuran adonan cake dan donut, permen, permen karet, dan lain-lain.

Peraturan mengenai pemakaian zat warna dalam makanan ditetapkan oleh masing- masing negara, dengan tujuan antara lain untuk menjaga kesehatan dan keselamatan rakyat dari hal-hal yang dapat timbul karena pemakaian zat warna tertentu yang dapat membahayakan kesehatan.  Hingga saat ini aturan penggunaan zat pewarna di Indonesia diatur dalam SK Mentri Kesehatan RI tanggal 22 Oktober 1973 No. 11332/A/SK/73, tetapi dalam peraturan itu belum dicantumkan tentang dosis penggunaannya dan tidak adanya sangsi bagi pelanggaran terhadap ketentuan tersebut. Pemakaian zat warna oleh industri pangan jumlahnya boleh dikatakan tidak begitu banyak, yaitu biasanya tidak lebih dari 100 mg per kg produk. Perusahaan-perusahaan pengolahan pangan di Indonesia juga kebanyakan menggunakan zat warna sintetis yang harganya relatif lebih murah dibanding zat warna alami dan lebih muda diperoleh.

Dari tulisan yang telah diuraikan, penting bagi masyarakat untuk lebih memahami penggunaan bahan pewarna karena sangat berkaitan dengan keamanan pangan, yang pada akhirnya akan berdampak pada kesehatan masyarakat. SY/BBPP LEMBANG