Tantangan Pengembangan Karet Terhadap Peraturan Bebas Deforestrasi

udin abay | Minggu, 31 Desember 2023 , 18:13:00 WIB

Swadayaonline.com - Komoditas karet  merupakan salah satu komoditas dari 7 (kelapa sawit, dagimg, kayu, kopi, kakao, karet dan soya) yang diatur dalam Peraturan Bebas Deforestasi UE atau EU Deforestation-Free Regulation (EUDR) yang mana komoditas/produk yang termasuk dalam daftar tidak boleh ditempatkan atau disediakan di pasar atau diekspor, kecuali  jika semua persyaratan berikut antara  lain : bebas deforestrasi, telah diproduksi sesuai dengan ketentuan legilasi nasional negara pproduksi (legalitas)  serta tercakup di dalam pernyataan uji tuntas (due diligence statement). EUDR bertujuan untuk mengurangi kontribusi UE terhadap deforestasi dan degradasi hutan global dengan melarang impor komoditas yang diproduksi di lahan yang mengalami deforestasi atau terdegradasi.

Sementara itu, karet merupakan salah satu komoditi perkebunan strategis yang telah memberi kontribusi sangat berarti bagi perekonomian Indonesia. Perkebunan karet di Indonesia menjadi sumber mata pencaharian bagi 2,33 juta keluarga petani/tenaga kerja (Direktorat Jenderal Perkebunan, 2023) dan menjadi menyumbang devisa negara sebesar 2,08 juta ton dengan nilai US$ 3,65`milyar (Dewan Karet Indonesia, 2022). 

Dengan diberlakukannya Eropa Union Deforestration Regulation/EUDR EUDR (Regulasi Bebas Deforestasi Uni Eropa) memiliki kemungkinan untuk menciptakan hambatan perdagangan yang dapat menyebabkan gangguan rantai pasokkaret alam global, terutama bagi petani kecil. Diharapkan kebijakan perdagangan harus selaras dengan peraturan yang ditetapkan dalam sistem perdagangan multilateral dan Organisasi Perdagangan Dunia (WTO). Kebijakan perdagangan juga harus mempromosikan pendekatan yang inklusif, adil, transparan, tidak diskriminatif, dan saling mendukung terhadap kebijakan lingkungan, memperluas ruang lingkupnya di luar interaksi antara pabrik dan operator, serta bertujuan untuk memberikan keuntungan bagi petani, yang merupakan pemangku kepentingan mendasar dalam ekosistem perdagangan. 

Saat ini, petani kecil karet telah menderita karena harga karet alam  yang rendah di bawah biaya produksi. Selain itu, hama dan penyakit tanaman, perubahan iklim menjadi faktor penghambat produksi karet alam, dan sekarang akan menghadapi potensi tantangan baru dari penerapan Peraturan Bebas Deforestasi UE (EUDR), oleh karena itu perlu disusun peraturan yang memastikan ketersediaan karet alam yang berkelanjutan dengan menjunjung tinggi faktor keseimbangan pilar ekonomi, sosial, dan lingkungan untuk memenuhi seluruh konsep keberlanjutan.

Oleh karena itu diperlukan kesiapan dan langkah adaptasi Indonesia dalam menghadapi dampak kebijakan EUDR terhadap perdagangan subsektor perkebunan termasuk komoditas karet.    Berdasarkan hasil kajian Kementerian Luar Negeri terkait penerapan EUDR, Pemerintah Indonesia menilai bahwa penerapan EUDR melanggar International Environmental Commitment (IEC) sehingga berpotensi merugikan petani kecil serta tidak mengakui upaya perlindungan lingkungan Indonesia. Selain itu, penurunan tingkat deforestasi  Indonesia pada periode 2021-2022 tidak diakui, dan kriteria benchmarking EUDR dianggap berpotensi melanggar ketentuan World Trade Organization (WTO). Penerapan EUDR juga dianggap berpotensi menurunkan penjualan komoditas perkebunan di Indonesia.

Gabungan Perusahaan Karet Indonesia (Gapkindo) menyatakan bahwa komoditas karet Indonesia saat ini mempunyai share yang relatif kecil bagi industri di UE sehingga berpotensi digantikan kompetitor dari negara lain. Hal tersebut dapat diketahui dari pergerakan volume ekspor dan produksi di Vietnam dan Thailand yang menunjukkan adanya substitusi proporsi ekspor dan produksi ketika Indonesia dan Malaysia mengalami penurunan volume. Selain itu, terlihat negara kompetitor di Afrika memiliki berbagai keunggulan, di antaranya adalah jarak yang lebih dekat ke Eropa dan harga cup lump yang lebih murah.

Adapun langkah-langkah strategi dalam menghadapi EUDR, antar lain : Percepatan    pendataan    pekebun    karet melalui Sistem    Terpadu;  Pendaftaran Usaha Budidaya (e-STDB) sebagaibahan traceability;   percepatan data base perusahaan industrinkaret melalui Sistem Informasi Perizinan Perkebunan (Siperibun);  bimbingan dan pendampingan petani terhadap penerapan budidaya karet sesuai standar teknis;  mitigasi permasalahan  aret dalam negeri terutama di tingkat petani, penyusunan dan penerapan sertifikasi pengembangan karet berkelanjutan, serta optimalisai  dialog dan diplomasi guna pengakuan atas sertifikai pengembagan karet berkelanjutan.

Oleh Elis Yuningsih (PMHP Ahli Muda)/Humas Ditjenbun