Hari Kopi Internasional, Promosikan Budaya Kopi yang Mendukung Kesejahteraan Petani
udin abay | Selasa, 01 Oktober 2024 , 14:32:00 WIBSwadayaonline.com - Menekankan bahwa Hari Kopi Internasional bukan hanya sekadar perayaan, tetapi juga sebagai pengingat bahwa Indonesia memiliki budaya minum kopi, budidaya kopi, dan tradisi kopi yang sangat Panjang. Hal tersebut diungkapkan Plt. Direktur Jenderal Perkebunan (Dirjenbun) Kementerian Pertanian (Kementan), Heru Tri Widarto, saat membuka perayaan Hari Kopi Internasional (Internasional Coffee Day) 2024 di Hotel Santika BSD City, Serpong, pada Selasa (1/10).
“Dalam berbagai acara, rasanya tidak lengkap jika tanpa kopi. Meskipun Direkturat Jenderal Perkebunan juga mengelola komoditas lain seperti kakao dan teh yang sama-sama menyegarkan, pertumbuhan kopi memang sangat luar biasa,” ujar Heru pada tema Hari Kopi Internasional “Mempromosikan Budaya Kopi yang Mendukung Kesejahteraan Petani dan Koneksi Global yang Berkeadilan”.
Menurutnya, ada pekerjaan rumah ke depan yang perlu menjadi perhatian bersama, yaitu sekitar 30-40 persen tanaman kopi sudah tidak produktif dan perlu diremajakan. Selama lima tahun terakhir, telah dilakukan peremajaan kebun kopi seluas 17.970 hektare dan perluasan 20.124 hektare, sehingga totalnya mencapai 38.094 hektar.
Namun, jumlah ini masih jauh dari luas total kebun kopi yang mencapai 1,2 juta hektare. “Dan 90 persen lebih itu adalah kebun rakyat. Sehingga, campur tangan, perhatian, intervensi pemerintah itu sangat diperlukan,” ungkap Heru.
Disebutkan Heru lambatnya tingkat peremajaan tanaman kopi kontras dengan perkembangan di sisi hilir. Di kota-kota kecil misalanya, kafe justru semakin menjamur. “Industri kopi tumbuh sedemikian luas di kota kecil, di kota besar bahkan mempengaruhi gaya hidup sekarang. Kalau kita lihat sekarang para pelaku kopi itu masih kinyis-kinyis semua umur 20-an gitu ya 20-an tapi sudah kaya raya karena dia jualan kopi,” ungkap Heru.
Dari sisi peluang, kopi menawarkan prospek menarik dibandingkan komoditas lain. Misalnya, untuk kopi arabika, dengan harga sekitar Rp 50 per kilogram green bean, potensi pendapatan tahunan bisa mencapai antara Rp 50 juta hingga Rp 75 juta.
“Itu kalau kita baru jualan green bean. Ini supaya tambah menarik, saya kasih ilustrasi adik-adik sekalian, green bean 1 kilo arabika yang medium harganya sekitar Rp 90.000-Rp 95.000. Kalau itu diroasting menjadi 800 gram dengan harga per kilo kisarannya Rp 320.000-Rp 350.000,” sambungnya.
Komoditas perkebunan pangan sering kali dikaitkan dengan aspek kesehatan, dan ternyata kopi memiliki banyak manfaat kesehatan, termasuk mencegah serangan jantung. Banyak penelitian menunjukkan bahwa kopi sendiri sangat menyehatkan. “Banyak penelitian menyatakan kopi itu sangat menyehatkan. Yang tidak menyehatkan itu penyertanya, seperti gula, krimar, dan susu,” ungkap Heru.
Selain menguntungkan dan menyehatkan, Indonesia memiliki kekayaan kopi yang luar biasa. Di Jawa Barat saja, ada sebelas gunung yang semuanya menghasilkan kopi dengan cita rasa yang berbeda. “Kenapa kita tidak menciptakan Indonesia sebagai surganya kopi. Ekspor setuju pak saya meningkatkan devisa, tapi kalau orang bule menikmati kopi dari Sabang sampai Merauke itu nilai ekonominya akan makin berlipat-lipat,” kata dia.
Heru juga menyampaikan, pemerintah terus berupaya mendorong petani untuk berperan lebih besar dalam industri kopi. Saat ini, pemerintah sedang berjuang untuk mewujudkan korporasi pekebun kopi yang lebih kuat dan terorganisir.
Dia menambahkan, Ditjenbun juga saat ini telah memiliki Center of Excellence di Kabupaten Bandung. Pusat ini akan terus dikembangkan menjadi pusat pendidikan, promosi, pengolahan, dan penjualan kopi. “Kami juga akan mengundang para pengusaha besar di industri kopi untuk berpartisipasi, karena pusat ini masih memerlukan investasi yang cukup besar untuk merealisasikan seluruh rencana tersebut,” ujar Heru.
Pemerintah juga terus-terusan membantu di sisi hulu melalui penyediaan benih-benih berkualitas. Bahkam, disebutkan Heru saat ini sudah ada benih kopi yang sudah bisa berbuah pada usia 1,5-2 tahun. “Kopi-kopi seperti Singara Rupang dan lainnya berkembang cukup pesat di kalangan masyarakat. Selain itu, kopi-kopi robusta juga terus kami kembangkan, baik di sisi hulu maupun hilir. Di sisi lain, kami juga terus memberikan dukungan, seperti penyediaan dryer, ruler, pulver, hingga mesin pembubuk kopi,” kata dia.
Terakhir, Heru menegaskan, kolaborasi antara pemerintah dan berbagai pemangku kepentingan sangat penting. Pemerintah tentu tidak bisa bekerja sendiri, mengingat keterbatasan anggaran yang dimiliki.
Dalam laporannya, Ketua Dewan Kopi (Dekopi), Rusman Heriawa, menyampaikan bahwa Hari Kopi Internasional ditetapkan oleh International Coffee Organization (ICO) pada tanggal 1 Oktober setiap tahun. “Ini juga bertepatan dengan hari Kesaktian Pancasila di Indonesia dan ini disetakati oleh 77 negara anggota dari ICO berkedudukan di London,” ungkap Rusman.
Rusman menyebutkan, bahwa Indonesia mempunyai dua event besar yang berkaitan dengan kopi. Yang pertama yang diselenggarakan hari ini dan yang kedua Hari Kopi Nasional yang diselenggarakan setiap 11 Maret. “Jadi, sebenarnya kita punya dua event yang kebetulan ini diselenggarakan setiap tahun itu 6 bulan sekali. Maret kita menyenenggarakan Hari Kopi Nasional dan Oktober kita menyenenggarakan Hari Kopi Internasional,” kata dia. DN