Bawang Merah Primadona Petani Jaken

udin abay | Sabtu, 20 Juni 2020 , 23:52:00 WIB

Swadayaonline.com - Bawang merah (Alium cepa L.), siapa yang tidak kenal tanaman yang dipanen umbinya ini? Tentu, siapa pun pasti tau dengan komoditas satu ini, karena masyarakat di Indonesia banyak menggunakannya sebagai bahan bumbu dasar masakan. Cita rasa dan aroma yang kuat menjadikan ciri khas dari bawang merah itu sendiri. Walaupun bukan komoditas utama di Indonesia, tetapi keberadaan juga ketersediaannya sangat penting. Apalagi pada situasi pandemi seperti saat ini, luas tanam, luas panen, juga ketersediaan bawang merah senantiasa dipantau pemerintah.

Tanaman bawang merah dapat di tanam di seluruh kawasan Indonesia. Dari dataran tinggi hingga dataran rendah, dari tempat dengan ketinggian 0-1000 mdl. Pun jenis tanah atau media tanam yang digunakan tanaman tersebut untuk hidup dan berkembang. Dari jenis tanah lempung sampai dengan tanah pasir pantai dapat digunakan untuk budidaya tanaman bawang merah. Selain media tanam, syarat tumbuh tanaman bawang merah juga tidak terlalu spesifik, karena bisa tumbuh pada suhu 25°C hingga 32°C, sangat sesuai dengan iklim di Indonesia.
Di Desa Sriwedari Kecamatan Jaken Kabupaten Pati sendiri, bawang merah merupakan sektor unggulan desa.

Potensi iklim dan syarat tumbuh yang dimiliki Desa Sriwedari cocok untuk budidaya tanaman tersebut. Desa Sriwedari berada yang berasa pada ketinggian 5-6 mdl. Selain itu, desa ini mempunyai iklim yang cukup kering, juga suhu udara yang berkisar antara 27°C hingga 30°C. Selain karena kesesuaian iklim, menanam bawang merah ini telah dilakukan petani secara turun temurun. 
Umur bawang merah yang sangat pendek menjadikan petani di Desa Sriwedari selalu tertarik untuk mengusahakannya. Menurut mereka, perputaran modal lebih cepat daripada menanam tanaman pangan. Selain itu, keuntungan yang dijanjikan dari tanaman tersebut sangatlah menggiurkan. Harga bawang merah yang lebih melejit dewasa ini, menjadikan petani semakin ketagihan untuk menanamnya. Mereka menanam tanaman tersebut tiga sampai lima kali dalam satu tahun. Tidak hanya pada sawah yang berada di areal Desa Sriwedari, para petani juga menyewa lahan di luar desa untuk mengusahakan tanaman tersebut. Petani Desa Sriwedari biasa menanam tanaman tersebut pada lahan sawah (setelah padi) juga tegalan. Tanaman yang ditanam di tegalan ini biasanya berlangsung berulang-ulang, dengan selalu melakukan olah tanah dan merapikan guludan setiap kali akan menanamnya. Olah tanah yang dilakukan pun tidak lagi menggunakan tenaga manusia (mencangkul), tetapi meraka telah menerapkan teknologi mekanisasi dengan menggunakan cultivator. 

Pemupukan dilakukan minimal seminggu setelah penanaman, dan akan berakhir ketika tanaman berumur maksimal satu bulan. Dosis pupuk yang digunakan yaitu; 200 Kg/Ha Za dan 800 Kg/ Ha pupuk NPK. Tanaman bawang merah akan dipanen ketika berumur 50-80 HST (tergantung varietas). Sedangkan varietas yang digunakan juga berdasarkan musim yang ada. Jika musim hujan mereka akan menanam bawang merah dengan varietas Bima, sedangkan musim kamarau biasanya mereka memilih varietas Tajuk/ Thailand.

Berbicara masalah harga dan keuntungan dalam usaha tani adalah hal yang wajar. Sama seperti petani di Desa Sriwedari. Jika sedang beruntung, harga bawang merah bisa mencapai Rp. 40.000,- (pada tahun 2014-2015). Keuntungan petani berlimpah ruah. 

Namun, menanam komoditas ini tidak selamanya menuai kucuran rupiah yang fantastis. Di musim-musim tertentu, ada kalanya petani di desa tersebut lebih sering gigit jari dari pada menghitung nominal keuntungan. Ibaratnya, masih untung bisa panen, karena dengan harga yang anjlog terkadang mereka menelentarkan tanamannya di sawah tanpa memanen. Hal itu karena biaya pemanenan tidak sebanding dengan harga jual. 

Jika sudah berada pada situasi rugi di beberapa musim tanam, para petani lebih sering membiarkan lahan sawahnya bero dari pada menanam dengan komoditas lainnya. Di antara mereka menunggu sampai situasi pasar membaik. 

Salah satu kelemahan petani dalam bersahatani bawang merah adalah dengan menjualnya langsung kepada tengkulak, tanpa proses pasca panen. Selain itu, kebiasaan menanam tanaman bawang berkali-kali tanpa memberi jeda lahan untuk beristirahat menjadikan tanah rusak. Walaupun ada juga sebagian dari petani yang sudah sadar dan bijaksana dalam penanaman bawang merah serta melakukan proses pasca panen bawang merah sebelum dijual. Hal ini yang wajib untuk terus didampingi dan dikawal oleh penyuluh agar petani bisa berusahatani dengan baik dan benar.

Yang unik dari kebiasaan dari petani Desa Sriwedari adalah dengan menyisipkan tanaman cabe pada areal tanam bawang merah yang telah berumur kira-kira 30 sampai 50 hari. Biasanya hal tersebut dilakukan sekali dalam setahun, yaitu pada musim labuhan atau musim hujan. Hal ini dilakukan dengan prinsip efektifitas penggunaan lahan dan tentu saja keuntungan.

Dalam beberapa kesempatan, Menteri Pertanian, Syahrul Yasin Limpo selalu menyampaikan, bahwa sektor pertanian menjadi harapan, tulang punggung ditengah upaya pemerintah dalam  menanggulangi Covid-19.  Lebih lanjut SYL mengatakan bahwa “Tanggung jawab penyediaan pangan bagi 267 juta penduduk Indonesia merupakan spirit bagi keluarga besar Kementerian Pertanian.”

“Pertanian harus menjadi kekuatan bangsa Indonesia dengan menggunakan teknologi yang lebih baik, memanfaatkan sains dan riset yang lebih kuat sehingga bisa menghadirkan kemampuan-kemampuan kita," tegas Mentan.

Sementara itu, Kepala Badan Penyuluhan dan Pengembangan SDM Pertanian, Dedi Nursyamsi, juga mengatakan bahwa pangan adalah masalah yang utama dan menentukan hidup matinya suatu bangsa, di mana petani harus tetap semangat tanam, olah, dan panen. 
“Hal ini membuktikan pertanian tidak pernah berhenti di tengah wabah Covid-19, kepada para penyuluh pertanian diharapkan untuk tetap bekerja mendampingi para petani,” jelas Dedi. SY/HPY/YNI