Petani Kutai Timur Gunakan Perangkap Likat Kuning Untuk Kendalikan Hama Thrips

udin abay | Selasa, 30 Juni 2020 , 21:26:00 WIB

Swadayaonline.com - Pertanian menjadi salah satu sektor yang dituntut untuk tetap produktif di tengah pandemi Covid-19. Seperti yang disampaikan Menteri Pertanian, Syahrul Yasin Limpo (SYL).

"Walau dalam kondisi pandemi Covid-19, pertanian jangan berhenti, maju terus, pangan harus tersedia dan rakyat tidak boleh bermasalah soal pangan,” tegs SYL.

Petani di Kelurahan Singa Geweh, Kecamatan Sangatta Selatan, Kabupaten Kutai Timur, hampir semuanya berbudidaya sayuran, disamping tanaman perkebunan seperti karet, kelapa sawit, maupun aren. Dapat dikatakan tanaman sayuran merupakan produk unggulan petani di Kelurahan Singa Geweh. 

Tanaman sayuran yang dibudidayakan antara lain bayam, kangkung, sawi, kembang kol, cabai, tomat, terong, kacang panjang, buncis, pare, oyong, selada, seledri, dan lainnya. Sedangkan dalam berbudidaya, petani sudah sangat selalu bisa memenuhi permintaan pasar, baik pasar di dalam kota Sangatta maupun di sekitarnya. Bahkan tak jarang, hasil panen sampai membludak sehingga harus dipikirkan untuk dapat menangani paska panennya. 

Salah satu hal yang menjadi masalah bagi petani adalah belum mampu mengendalikan serangan hama dan penyakit yang menyerang tanaman, sehingga kualitas hasil panennya cenderung masih rendah. Hama yang paling banyak menyerang tanaman sayuran ini adalah Thrips.  

Selama ini petani masih mengandalkan pestisida kimiawi untuk mengendalikan thrips. Pertimbangannya antara lain petani menginginkan hasil yang cepat karena tidak mau mengalami kerugian dalam budidaya sayuran ini. Karena apabila tanaman sudah terserang thrips, maka akan memerlukan biaya perawatan yang lebih besar apabila tidak segera dilakukan pengendalian secara kimiawi tersebut. Hal tersebut tentunya sangat disayangkan, mengingat dampak yang ditimbulkan dari penggunaan pestisida kimia.

Dampak dari penggunaan pestisida kimia tidak dipedulikan petani padahal bisa menimbulkan antara lain hama tanaman menjadi resisten apalagi bila penggunaan pestisida sudah diatas ambang batas. Permasalahan lainnya adalah timbulnya ledakan hama sekunder, terbunuhnya musuh alami, gangguan kesehatan, residu pestisida dan pencemaran lingkungan. Selain itu penggunaan pestisida berlebihan juga menyebabkan kondisi tanah pertanian mulai rusak.

Karena pestisida merupakan bahan beracun dan berdampak negatif, maka perlu dikelola dengan penuh kehati-hatian. Untuk itu pestisida yang petani gunakan harus terdaftar dan telah memiliki izin edar.

Untuk mengendalikan hama thrips dapat dilakukan dengan menggunakan perangkap likat kuning (yellow stricky trap). Karena serangga umumnya tertarik dengan cahaya, warna, aroma makanan atau bau tertentu, dimana warna yang disukai serangga biasanya warna-warna kontras seperti warna kuning cerah. Perangkap likat kuning ini sangat sederhana, mudah dan cepat cara membuatnya sekaligus efektif didalam upaya pengendalian serangan thrips pada pertanaman sayuran. 

Pemasangan perangkap likat kuning ini dilakukan sesuai dengan jenis tanaman yang dibudidayakan di lahan. Untuk aplikasi perangkap ini sebanyak 40 lembar per hektar, dengan ketinggian yang disesuaikan dengan tinggi tanaman yang ada. Hal ini dimaksudkan agar perangkap likat kuning dapat bekerja secara optimal.

Perangkap likat kuning ini tidak hanya mampu mengendalikan thrips, namun juga mampu mengendalikan beberapa hama yang sering muncul di pertanaman, seperti lalat buah, wereng, aphids, kutu, ngengat, dan kepik. Sehinggaa tepat dijadikan solusi untuk petani dalam pengendalian hama di lapangan.

Selain itu pemanfaatan likat kuning dapat dijadikan sebagai indikator populasi hama di area pertanaman, sehingga ketika ditemukan hama tertentu yang populasinya telah melebihi ambang batas, maka dapat segera dilakukan pengendalian hama tersebut secara khusus. Dengan perangkap likat kuning, produktivitas tanaman meningkat dan biaya pestisida sintetik dapat ditekan. 

Sejalan dengan seruan Menteri Pertanian, secara terpisah Kepala Badan Penyuluhan dan Pengembangan SDM Pertanian (BPPSDMP) Kementerian Pertanian (Kementan), Dedi Nursyamsi juga menganjurkan agar petani senantiasa membuat secara mandiri input produksinya, seperti pupuk organik padat, pupuk organik cair dan pestisida nabati. Karena dampak positif pertanian organik dalam jangka panjang sangat menguntungkan.
"Pertanian organik memiliki berbagai pilar, yaitu lingkungan, sosial termasuk didalamnya masalah kesehatan dan ekonomi. Lingkungan menjadi alasan utama dalam bertani organik, karena bertani organik dianggap bertani yang ramah lingkungan sebab menggunakan bahan-bahan alami dan tidak menggunakan bahan kimia sintetis, khususnya pupuk dan pestisida, sehingga tidak menimbulkan pencemaran lingkungan," tutur Dedi. SY/YUS/YNI