Siasati Musim Kemarau, Petani Wonogiri Tanam Sorgum

udin abay | Jum'at, 03 Juli 2020 , 15:10:00 WIB

Swadayaonline.com - Menteri Pertanian, Syahrul Yasin Limpo  (SYL) seringkali mengatakan terutama dalam menghadapi wabah Covid-19, bahwa pertanian tidak berhenti dalam memenuhi kebutuhan pangan nasional agar lebih baik. “Di mana sektor pertanian memiliki potensi yang sangat besar dalam menumbuhkan ekonomi nasional," ujar SYL.

Berdasarkan hasil perkiraan cuaca dari BMKG khususnya untuk daerah Wuryantoro, Kabupaten Wonogiri, Jawa Tengah, mulai bulan Mei telah mengalami penurunan jumlah curah hujan. Hal ini yang mendasari Ana Rahmawati selaku penyuluh pertanian setempat untuk mensosialisasikan menanam tanam palawija di MT II. Hal ini diantisipasi sebagai langkah tepat mengatasi krisis pangan akibat kekurangan cadangan air. Salah satu  langkah tersebut adalah mengganti komoditas padi menjadi sorgum, kedelai ataupun jagung guna mensiasati luasnya lahan yang terancam kekeringan jika tetap dipaksakan tanam padi. 

Sorgum dipilih oleh petani Wuryantoro karena tidak banyak memerlukan air selama masa tanamnya, bahkan dapat memproduksi air sendiri. Batang sorgum yang telah di potong, akan mengeluarkan air yang dapat dimanfaatkan untuk pertumbuhan shorgum dalam satu rumpun. Kebanyakan petani di Wuryantoro menanam 3-5 biji per lubang, sebagai antisipasi jika terjadi kekeringan yang parah, maka akan dipotong 2 batang untuk menghidupi 3 batang lainnya. Selain itu, tanaman yang bentuknya mirip dengan tanaman jagung ini juga sangat mudah dalam perawatan dan tahan hama, sehingga petani lebih memilih menanam shorgum dibandingkan tanaman palawija lainnya.  

Tanaman sorgum atau yang biasa disebut “cantel” telah dikenal sejak lama di Kecamatan Wuryantoro. ”Dulu banyak yang menanam sorgum putih, namun karena disukai burung petani kemudian enggan menanam sorgum” ujar Surono, Ketua Poktan Rahayu, di Kelurahan Mojopuro.

Beberapa tahun terakhir, adanya sorgum merah ternyata lebih aman dari serangan burung, membuat petani mulai bersemangat lagi menanam sorgum daripada lahan mereka “bero”. Hal ini dapat dilihat dari bertambahnya luas tambah tanam (LTT) sorgum di Kecamatan Wuryantoro dari tahun ke tahun. Pada tahun 2019 tercatat ada 60 hektar, sedangkan pada tahun 2020 meningkat  menjadi 120 hektar. Peningkatan luas tanam tersebut selain dipicu oleh cuaca, juga karena mulai diterimanya sorgum dengan harga yang terus meningkat. Harga sorgum pada musim tanam yang lalu mencapai Rp. 4.500,- per kilo. 
Margiyati, salah satu petani di Desa Sumberejo, Wuryantoro yang telah bertahun-tahun menanam sorgum, dengan sumringah memaparkan tidak ada ruginya menanam sorgum. “Biaya yang dibutuhkan sangat sedikit, perawatan mudah, sekali tanam bisa panen 2 kali,” ujarnya. 

Kelebihan tanaman sorgum adalah dapat diratun, dimana ketika telah panen, tanaman induk di potong dan nantinya akan tumbuh tunas-tunas baru. Keuntungan ratun ini antara lain cepat, mudah, murah serta dapat meningkatkan hasil produksi.

Kandungan nutrisi yang ada pada sorgum dan tersedianya bahan baku, menginspirasi Kelompok Wanita Tani (KWT) yang ada di kelurahan Mojopuro dan Desa Sumberejo untuk mengolahnya menjadi beraneka macam kue basah maupun kering. Menurut Ira Apriyanti Ketua KWT Rahayu Widodo, “Mengolah makanan dengan bahan dasar sorgum tidaklah sulit, rasanya pun tak kalah dengan yang berbahan dasar terigu dan tentunya lebih sehat.”

Menteri pertanian Syahrul Yasin Limpo yang akrab di panggil SYL, pada beberapa kesempatan juga mengkampanyekan Gerakan Diversifikasi Pangan sebagai upaya untuk mendorong ketersediaan dan konsumsi pangan yang beragam, bergizi seimbang dan aman. “Bukan hanya beras yang kita miliki, ada umbi-umbian, jagung, sorgum, sagu, kentang dan lainnya”, ujar SYL.

“Adanya dukungan dan perhatian dari pemerintah pada produk pangan lokal, semoga membuat hasil panen petani dapat dihargai dengan layak dan stabil. Stok pangan aman, masyarakat tentram, petani sejahtera,” ungkap Ana Rahmawati yang selalu mendampingi petani di Kecamatan Wuryantoro.

Hal ini sejalan dengan arahan Kepala Badan Penyuluhan dan Pengembangan Sumber Daya Manusia Pertanian (BPPSDMP) Kementan, Dedi Nursyamsi, yang menegaskan bahwa pangan adalah masalah yang sangat utama.

"Masalah pangan adalah masalah hidup matinya suatu bangsa. Sudah waktunya petani tidak hanya mengerjakan aktivitas on farm, tapi mampu menuju ke off farm, terutama pasca panen dan olahannya. Banyak yang bisa dikerjakan untuk menaikkan nilai pertanian, khususnya pasca panen. Tuntutannya adalah petani harus berinovasi. Buat terobosan agar hadir produk-produk baru," paparnya. SY/ANA/YNI