Lima Langkah Kementan Urai Problematika Pupuk Bersubsidi

udin abay | Rabu, 04 Agustus 2021 , 21:13:00 WIB

Swadayaonline.com - Kementerian Pertanian (Kementan) melalui Direktorat Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian (PSP) terus memperbaiki sejumlah problematika yang timbul dalam hal pupuk bersubsidi. Tak dapat dipungkiri, keberadaan pupuk subsidi amat penting bagi petani dalam melangsungkan budidaya pertanian mereka.

Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo (SYL) menerangkan, pemerintah terus membenahi problematika yang timbul seputar pupuk subsidi. Menurutnya, apabila petani bijak menggunakan pupuk secara berimbang, produktivitas pertanian dipastikan tetap bisa dipertahankan.

"Permintaan pupuk bersubsidi besar sekali sebanyak 24 juta ton, sementara kemampuan yang bisa kita persiapkan 9 juta ton saja. Jadi memang bukan langka, tapi memang agak kurang," kata Mentan SYL.

Direktur Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian (PSP) Kementan, Ali Jamil menjelaskan, kebutuhan pupuk Tahun Anggaran 2021 sebanyak 22,57 hingga 26,18 juta ton dengan nilai mencapai Rp63-65 triliun. Jumlah sebanyak itu diperuntukkan bagi 17,05 juta petani di seluruh Indonesia.

"Sementara jumlah anggaran subsidi pupuk yang pemerintah sediakan hanya sebanyak Rp25,27 triliun atau hanya cukup untuk pengadaan 9 juta ton pupuk. Dengan kata lain, baru 37 persen dari kebutuhan yang bisa dipenuhi," kata Ali.

Berangkat dari data tersebut, Ali tak menampik jika ada gap yang menimbulkan sejumlah masalah di lapangan. Mulai dari isu kelangkaan pupuk, harga tak sesuai standar hingga tak tepat sasaran.

"Perembesan antarwilayah, isu kelangkaan pupuk, adanya markup HET, alokasi tidak tepat sasaran dan produktivitas tanaman menurun adalah beberapa persoalan yang timbul imbas adanya gap tersebut," kata dia. 

Direktur Pupuk dan Pestisida Ditjen PSP Kementan, Muhammad Hatta menambahkan, sedapat mungkin Kementan berupaya membantu petani agar kebutuhan pupuk bisa tepat jumlah, mutu, waktu, harga dan sasaran.

"Pemberian pupuk bersubsidi ini haruslah memenuhi enam prinsip utama yang sudah dicanangkan atau disebut 6T, yakni tepat jenis, tepat jumlah, tepat harga, tepat tempat, tepat waktu, dan tepat mutu," kata Hatta.

Koordinator Pupuk Subsidi Ditjen Prasarana dan Sarana Pertanian Kementan, Yanti Erma tak menampik jika dalam hal pengelolaan pupuk subsidi terdapat ada banyak kendala. Pertama, keterbatasan anggaran.

"Jika menilik pada alokasi anggaran lima tahun ke belakang, alokasi anggaran pupuk subsidi berada di kisaran pemenuhan 34-42 persen kebutuhan. Kedua, kapasitas petugas pendamping petani terbatas jumlah dan kualitasnya," kata Yanti dalam Focus Group Discussin (FGD) dengan tema "Kebijakan Pupuk yang Berpihak ke Petani" melalui aplikasi zoom, Rabu (4/8/2021).

Ketiga, sarana pendukung sistem pendataan dan pengawalan penyaluran pupuk kurang memadai. Keempat, melibatkan berbagai instansi terkait (Kemenkeu, Kemendag, Kemen Industri, Kemendagri, Kemen BUMN.

Kelima, rawan penyimpangan akibat gap ketersediaan dan kebutuhan, gap harga subsidi non subsidi. Untuk mengatasi kendala tersebut, Yanti mengatakan jika pemerintah telah menyiapkan solusinya. Pertama, efisiensi HPP untuk menurunkan nilai subsidi.

"Dengan efisiensi HPP ini maka akan didapati penambahan volume pupuk subsidi. Adapun efisiensi HPP dilakukan melalui revisi Permentan tentang Komponen HPP, menerapkan sistem eRDKK, sistem e-Verval untuk memastikan ketepatan penyaluran dan menaikan HET," terang Yanti.

Kedua, penambahan personal penyuluh pertanian di lapangan, termasuk penyuluh swadaya. Ketiga, peningkatan infrastruktur pendukung pada BPP kecamatan sebagai satuan terkecil. Keempat, peningkatan kerja sama melalui MoU/Surat Keputusan Bersama.

"Terakhir, akselerasi digitaslisasi (sistem eRDKK, Kartu Tani dan sistem eVerval) yang mudah diakses untuk meningkatkan transparansi pelayanan dan perlindungan petani," tutur Yanti.

Guru Besar Institut Pertanian Bogor (IPB), Prof Muhammad Firdaus menilai, salah satu hal yang sangat penting yakni dari sisi kebutuhan pupuk petani sebanyak 24 juta ton, sedangkan subsidi yang diberikan hanya 9 juta ton. Pada saat yang sama, produksi pupuk PT Pupuk Indonesia mencapai 15 juta ton. "Artinya, dari sisi upaya pemerintah memberikan subsidi cukup berhasil," ujar Firdaus.

Di sisi lain, jika mengacu kepada apa yang terjadi di luar negeri, di mana subsidi diberikan secara langsung, meski baik namun belum menjamin hal itu bisa diterapkan di Indonesia.

"Meniadakan subsidi seperti pupuk tidak bisa cepat, perlu waktu mungkin 5-10 tahun ke depan. Bisa jadi nantinya subsidi diberikan langsung. Di luar negeri umumnya menngunakan direct transfer income. Namun pertanyaannya, apakah subsidi langsung itu bisa dijamin untuk membeli pupuk? Memang pengalihan subsidi bisa juga dengan subsidi output, seperti menjamin harga panen petani,” tegasnya.

Senior Project Manager Agrosolution PT Pupuk Indonesia Holding Company (PIHC), Supriyoto mengatakan, hingga akhir Juli 2021 realisasi program Agrosolution luas tanam mencapai 29.619 hektar dengan jumlah petani 25.775 orang.

"Aktivasi project atau kegiatan pertanian sejumlah 162 unit. Terjadi kenaikan produktivitas tanaman jagung 42,28 persen dan padi 34,15 persen. Keuntungan petani jagung juga meningkat 52,79 persen dan padi 41,02 persen," papar dia.

Menurutnya, program Agrosolution ini selain efektivitas konsumsi pupuk per ton panen lebih baik, juga adanya kepastian dari kemungkinan kecil kegagalan budidaya pertanian dan produktivitas pertanian meningkat.

Sementara itu, Sekjen Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI), Sadar Subagyo mengatakan, berangkat dari data menunjukkan subsidi belum berdampak signifikan terhadap peningkatan produktivitas pertanian. SY/HPSP