Percepat PSR Dengan Wajib Bermitra

udin abay | Senin, 13 September 2021 , 07:40:00 WIB

Swadayaonline.com - Tahun ini realisasi PSR masih sangat kecil sekali. Rekomtek yang sudah dikeluarkan baru untuk 45 kelembagaan petani (Poktan, Gapoktan, Koperasi), dengan jumlah pekebun 3.741 orang, luas 9.241 ha. Bila dibandingkan capaian tahun lalu hanya 10% sedang dibanding target tahun ini hanya 5,13% padahal waktu yang tersisa tinggal 3 bulan lagi.

Menurut Ketua Dewan Pembina POPSI (Perkumpulan Forum Persatuan Organisasi Petani Kelapa Sawit Indonesia Jaya), Gamal Nasir, dengan melihat kondisi sekarang maka pemerintah harus tegas supaya PSR dilakukan dengan pengelolaan kebun diserahkan pada mitra kerja (perusahaan). PSR membuka peluang kelembagaan pekebun melaksanakan secara mandiri/swadaya, bekerja sama dengan mitra dan pengelolaan pekebun diserahkan pada mitra.

Hal ini dinyatakan Gamal dalam webinar dan Live Streaming 2nd Indonesian Palm Oil Smallholders Conference (IPOSC) ‘Memperkuat Petani Kelapa Sawit” yang diselenggarakan oleh Media Perkebunan, POPSI (Perkumpulan Forum Petani Kelapa Sawit Jaya Indonesia) dengan dukungan BPDPKS (Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit).

“Pola yang terbaik adalah pengelolaan diserahkan pada mitra . Pola ini tidak ribet, urusannya juga tidak panjang. Hal yang paling penting adalah petani mendapat kebun yang bagus dan produktivitasnya tinggi sesuai dengan tujuan pemerintah,” kata Gamal.

Sebagai pembina POPSI yang beranggotakan ASPEKPIR, Apkasindo Perjuangan, SPKS dan JaPSBI, Gamal minta petani mengukur kemampuan diri dulu. Kalau sudah mampu mengelola kebun seperti KUD Mukti Jaya dengan ketua Bambang Gianto yang merupakan Sekjen ASPEKPIR tidak ada masalah.

“Saya minta petani legowo. Jangan sok mampu. Membangun kebun yang baik itu berat, apalagi membangun pabrik. Coba ukur kemampuannya dulu, kalau belum terlalu mampu saya kuatir nanti ada masalah,” kata Gamal lagi.

Sekarang banyak pemeriksaan oleh APH pada kelembagaan petani mungkin salah satunya adalah kelemahan SDM petani pada KUD tersebut. Karena kemampuan manajemennya masih belum memadai jika dibandingkan dengan perusahaan maka ketika terjadi kelemahan baik prosedur administrasi maupun teknis maka bisa jadi temuan. Padahal tujuan pemerintah baik supaya produktivitas kebun semakin meningkat.

“Sekali lagi sebagai pembina petani saya minta kalau benar-benar mampu silakan melakukan PSR secara mandiri. Kalau tidak, lebih baik bermitra. Dengan melihat PSR tahun sekarang yang tersendat lebih baik pengelolaannya diserahkan pada perusahaan saja,” kata Gamal.

Perusahaan akan bertangung jawab, misalnya kalau salah bibit maka akan ditanggung. Kalau petani PSR mandiri melakukan kesalahan maka akan menanggung akibatnya sendiri. Gamal usul buat regulasi yang lebih sederhana kalau perlu kemitraan diwajibkan.

Kepada Dinas Perkebunan, Gamal minta juga supaya legowo, dengan pola kemitraan ini mungkin nanti tidak lagi mengeluarkan CPCL. “Jangan jadikan PSR ini proyek. Apalagi sekarang banyak kontraktor dan penangkar benih baru bermunculan dan mereka tidak punya pengalaman. Mereka mendorong petani melakukan PSR secara mandiri supaya bisa dapatkan pekerjaan tumbang chiping dan memasok bibit siap salur. Setelah bibit ditanam dan pekerjaan tumbang chiping selesai mereka pergi selanjutnya siapa yang bertanggung jawab supaya kebun bagus. Petani berhak mendapat kebun yang bagus dan produktivitasnya tinggi,” katanya.

Heru Tri Widarto, Direktur Tanaman Tahunan dan Penyegar menyatakan untuk mendorong percepatan PSR saat ini masih sedang pembahasan dengan GAPKI supaya ada jalur lain yaitu kemitraan, selain dinas dan surveyor. Jadi perusahaan yang bermitra dengan kelembagaan petani langsung bisa mengusulkan ke BPDPKS tanpa melibatkan dinas dan ditjen perkebunan.

Dalam pembahasan GAPKI tetap minta supaya dinas tetap dilibatkan dalam penerbitan CPCL sebab terkait pertanggungjawaban. Harus jelas siapa penerima manfaatnya by name by address. Lewat aturan fasilitasi pembangunan kebun masyarakat perusahaan bisa masuk ke PSR.

Direktur Eksekutif GAPKI, Mukti Sardjono menyatakan pihaknya sangat mendukung percepatan PSR. Hanya pola kemitraannya tidak bisa disamakan dengan era PIR lalu yang penanggung jawab programnya Kementan, sedang sekarang uangnya ada di BPDPKS yang berada di bawah Kemenkeu.

Pengelolaan keuangan sesuai tata cara pengelolaan APBN. Dalam pelaksanaan kemitraan maka dana BPDPKS juga diperiksa sebagaimana pemeriksaan dana APBN.

“GAPKI sangat mendukung percepatan PSR dengan membentuk Pokja. Sampai saat ini masih terlibat pembahasan dengan Menko Perekonomian untuk membentuk kemitraan yang lebih kuat. Hanya jangan sampai kita menjadi korban kalau ada masalah maka perusahaan ikut diperiksa. Pemeriksaan nanti tidak hanya terkait dana BPDPKS tetapi bisa masuk ke dapur perusahaan,” kata Mukti. Humas Ditjenbun