Kedaulatan Pangan Untuk Lumbung Pangan Dunia 2045

udin abay | Rabu, 28 Maret 2018 , 23:37:00 WIB

Swadayaonline.com - Pemerintah telah mencanangkan suatu visi jangka panjang bahwa Indonesia mampu menjadi lumbung pangan dunia pada tahun 2045, dan hal tersebut telah dipersiapkan oleh Kementerian Pertanian belakangan ini. Dan untuk itu perlu disosialisasikan kepada publik secara masif dan luas agar mendapatkan dukungan dan kerjasama serta sinergi dari seluruh pemangku kepentingan.

Lumbung pangan merupakan kelanjutan dan pengembangan dari konsep swasembada pangan yang selama ini dipahami para praktisi dan birokrat, yang secara umum diartikan sebagai usaha untuk memenuhi kebutuhan pangan secara mandiri. Dalam hal ini negara mampu mencukupi kebutuhan pangan secara mandiri tanpa pasokan dari luar, dikembangkan dan dilanjutkan dengan target kemampuan menghasilkan surplus pangan dan lalu mengelolanya, termasuk mengekspor pangan secara global.

“Pemerintah harus bijak memanfaatkan sumber daya keuangan, sumber daya manusia, organisasi,  dalam negeri untuk mencapai konsep pangan yang berdaulat menjadi lumbung pangan dunia. Namun semua itu, jangan dimonopoli oleh pemerintah saja, kita juga harus lihat Indonesia dalam pergaulan internasional,” Ujar Mantan Menteri Pertanian, Bungaran saragih pada acara seminar nasional kedaulatan pangan “Menuju Indonesia Lumbung Pangan Dunia 2045” di Ciputra Hotel Jakarta. (28/3/2018).

Menurut Bungaran, pemerintah saat ini sudah sangat bagus, tidak berfikir dari musim kemusim tapi sudah dekade yaitu jangka panjang dan menengah. Namun agar berhasil konsep kemitraan harus lebih ditingkatkan. Untuk mencapai kedaulatan, jangan hanya pangan beras yang menjadi pengembangannya, karena masih banyak pangan lain seperti sawit, coklat, ternak, ikan, itu juga semua pangan.”Kita punya laut sangat luas, jadi kalau mau mencapai lumbung pangan, dari ikan harus juga ada,” ujarnya.

Gudangnya bulog saat ini menurut Bungaran bukannya lumbung pangan masa depan, kalau gudangnya bulog seperti saat ini tidak bisa menjadikan lumbung pangan sesuai yang Kementan cita-citakan. “Tapi bukan berarti bulog tidak punya peranan, Bulog punya peranan yang lalu lalu. Tapi untuk menuju lumbung pangan, dengan kondisi Bulog saat ini sudah tidak relevan lagi. Bulog harus berubah, bank, petani dan organisasinya juga berubah, cara pemerintah mengelola juga harus ada perubahan. Kalau ini tidak bias berubah, maka kita tidak bisa berdaulat pangan 2045,” tegas Bungaran.

Memang beberapa perubahan yang dilakukan pemerintah sudah ada keberhasilan, tapi kita masih butuh informasi yang detail dan merumuskan kembali apa itu lumbung pangan guna menuju kedaulatan pangan. Jangan ganti pemerintah, ganti pikiran. Tetapi konsep tersebut harus dipikirkan dulu sekeras mungkin, nanti kalau sudah dilaksanakan dan masih butuh perubahan, maka harus dirubah.

Untuk mencapai kedaualatan pangan, Bungaran mengatakan harus ketahanan pangan terlebih dahulu dan ketahanan pangan Indonesia setiap tahun semakin baik dan tidak ada kelaparan di Indonesia. Kalaupun ada kelaparan seperti Suku Asmat, itu bukan kelaparan Indonesia tetapi kelaparan lokal atau kelaparan keluarga. Namun demikian masih tetap banyak yang harus diperbaiki pemerintah. “Yang penting kita semakin tahan dan semakin tahan, dan semakin tahan lagi. Harus diakui, dimana-dimana juga ada kelaparan. Tapi apakah kita lebih buruk dari india atau Pakistan, apakah kita menjadi lebih buruk dari lima tahun yang lalu? Tentu tidak,” ungkap Bungaran.

“Kedaulatan pangan adalah soal menyambung keputusan. Kita yang menentukan keputusan/merdeka apa yang baik buat kita, bukan orang lain, dan orang lain tidak bisa memaksakan ke kita. Itulah yang berdaulat. Ketahanan itu menyangkut ketersediaan, akses untuk pangan. Sangat sulit mempunyai kedaulatan kalau tidak mempunyai ketahanan. Omong kosong berdaulat kalau tidak ketahanan. Kita berdaulat, dimana Negara lain tidak bias memaksakan kita untuk membeli produknya. Tapai kalau kita kekurangan dan dibutuhkan impor, maka kita harus impor dan itu masih berdaulat. Yang penting tidak didikte dan dipaksa oleh negara lain, tetapi berdaulat sesuai keinginan kita untuk mensejahterakan rakyat,” katanya.  SY