Dukungan Teknologi Dalam Pengembangan Kawasan Sapi Potong di Tangerang

udin abay | Sabtu, 05 Mei 2018 , 09:59:00 WIB

Swadayaonline.com - Tangerang, salah satu kabupaten yang ditetapkan sebagai kawasan pengembangan kawasan sapi potong, hal ini sinergi dengan Peraturan Daerah Kabupaten Tangerang Nomor 13 tahun 2011 yang mengalokasikan 15 kecamatan sebagai wilayah pengembangan ternak. Syarat penentuan kawasan pengembangan ternak yaitu apabila luasan wilayah tersebut memiliki populasi ternak lebih kurang 2.000 ekor. 

BPS Tangerang (2013) mencatat kecamatan yang memiliki populasi lebih dari 2.000 ekor yaitu Teluknaga (15.657 ekor), Legok (7.115 ekor), Jambe (2.563 ekor) dan Panongan (2.085 ekor). Tingginya populasi sapi potong di ke 5 kecamatan tersebut tak lain karena adanya perusahaan swasta yang bergerak dibidang penggemukan (feedloter). Sedangkan populasi ternak di 10 kecamatan lainnya sekitar 113 ekor sampai 1.204 ekor dengan rata-rata per kecamatan 521 ekor. Kondisi tersebut menggambarkan bahwa satu kawasan sapi potong yang melibatkan peternakan rakyat terdiri atas 4 kecamatan.

BPTP Balitbangtan Banten melalui kegiatan demplot penggemukan sapi bergerak di 15 kabupaten dengan mendiseminasikan pengembangan hijauan pakan ternak, pengolahan limbah ternak, pelatihan hingga temu lapang dan hingga saat ini telah dilaksanakan di Kecamatan Sindang Jaya, Tigaraksa, Panongan dan Jambe. Khusus ditahun 2018, BPTP Banten fokus di Kecamatan Tigaraksa dan Pasar Kemis.
Teknologi yang diterapkan meliputi teknologi pakan dengan sistem integrasi tanaman ternak. Sedangkan monitoring dan evaluasi lebih menyuluruh terhadap penerapan teknologi reproduksi dan pengendalian penyakit. BPTP juga melaksanakan pendampingan bersama Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Kabupaten Tangerang. Sampai dengan April diperoleh data tentang keberhasilan pelayanan Inseminasi Buatan lebih dari 60% dengan service per conception (1,5) dan 40% induk betina telah mampu melahirkan pedet ditiap tahunnya. 

Tercatat kelahiran pedet hasil IB didominasi peranakan hasil persilangan PO dengan Limousin dan PO dengan Brahman. Pemilihan bangsa sapi disesuaikan dengan permintaan peternak yang menginginkan sapinya lebih besar dari sapi lokal. Hasilnya, rata-rata bobot lahir 35 kg dan bobot 10 bulan mencapai 120 kg. Tingkat keberhasilan IB dengan semen beku tidak terlepas dari penerapan manajemen perkawinan, meliputi ketepatan penanganan semen beku dalam kontainer yang terendam N2 cair lebih 15 cm dari dasar kontainer, ketepatan saat pencairan kembali (thawing) dalam suhu air dengan suhu 37,5 0C selama 25-30 detik; dan pelaksanaan IB setelah induk betina birahi dengan ciri: vulva berwarna merah dan hangat, keluar lendir, gelisah dan diam saat dinaiki sapi lain.

Faktor pendukung dan menjadi bagian penting jauh sebelum melaksanakan IB yaitu penilaian skor kondisi tubuh (SKT). Induk betina dengan SKT ≥ 3 dianggap layak dijadikan akseptor (penerima IB). Sedangkan induk dengan SKT 1 sampai 2 perlu penanganan khusus terutama dalam perbaikan pakan.

Permasalahan yang sering muncul di peternakan rakyat yaitu jarak beranak 18-24 bulan, kualitas dan kuantitas pakan belum sesuai kebutuhan ternak. Hal tersebut cenderung dipengaruhi rendahnya pengetahuan peternak tentang teknologi budidaya yang baik dan benar.

Laporan Dinas menyatakan bahwa terdapat 2 kelompok penerima bantuan induk betina yang mengalami gangrep sekaligus memerlukan perbaikan gizi. Induk betina berkisar 2-3 tahun dengan rata-rata bobot 175 kg diobati oleh bidang kesmavet dan mendapatkan pakan rekomendasi BPTP Balitbangtan Banten. Hijauan utama yang diberikan berupa rumput berkualitas (yang telah di introduksikan yaitu rumput gajah cv. Taiwan dan cv. Mot, dan rumput setaria) dan penambahan legume (yang telah diintroduksikan adalah indigofera sp. serta penambahan konsentrat 1% dari bobot badan. Formulasi yang ditetapkan untuk per ekor per hari yaitu 21 kg rumput, 5 kg, dan konsentrat 1,5 kg.

Indigofera kini menjadi primadona dan produk Badan Litbang yang harus dideraskan diseminasinya. Mengingat Indigofera adalah legume yang tahan terhadap kekeringan. Perbanyakan indigofera sp. relatif mudah, baik melalui benih maupun stek. Kelompok Bina Karya Kecamatan Tigaraksa menjadi salah satu kelompok yang berhasil memperbanyak benih Indigofera sp. SY/HMSL