Litbang Akan Luncurkan Varietas Tebu Baru

udin abay | Senin, 23 Mei 2016 , 14:11:00 WIB

Swadayaonline - Keberhasilan tebu pada jaman Belanda yang menjadikan Indonesia menjadi salah satu pengekspor gula dunia pada masa tersebut, adalah karena terpenuhinya persyaratan budi daya yang baik. Varietas unggul POJ yang digunakan pada masa tersebut merupakan hasil proses nobelisasi (per silangan antara hibrida S. spontaneum X S. O? icinarum) dengan produkti? tas tinggi dan tahan terhadap serangan penyakit sereh yang menjadi momok saat itu.

Kesuksesan agro industri berbasis tebu sangat ditentukan dukungan inovasi teknologi baik on farm maupun off farm, serta lingkungan yang kondusif untuk pertumbuhan tanamannya. Varietas unggul mempunyai peranan penting, karena 60% dari hasil budidaya ditentu kan oleh varietas yang digunakan dan sisanya 40% oleh faktor lingkungan. Gula yang diproduksi oleh tebu merupakan produk fotosintase yang sangat dipengaruhi oleh air dan sinar matahari, 2 faktor lingkungan penting untuk produksi tanaman tebu yang optimal.

Keberhasilan lainnya karena lahan pengembangannya sawah yang Litbang akan luncurkan varietas tebu baru relatif subur dengan kapasitas pengairan yang optimal bagi pertumbuhan tanaman. Manajemen pabrikan yang diterapkan pemerintah Belanda berhasil membawa Indonesia sebagai negara adi daya dalam pertebuan dunia, karena bobot yang dihasilkan mencapai 140 ton/hektar rendemen 12-14% sehingga produksinya rata-rata 14.5 ton/hektar.

Dalam perjalanannya, pengembangan tanaman tebu tergeser ke lahan kering/tadah hujan yang sebagian besar tidak subur, dan pengairannya sangat tergantung pada curah hujan. Pada kondisi kekurangan air, produktivitas tebu sangat menurun walaupun rendemennya tinggi, tetapi sebaliknya bila kelebihan air rendemennya akan turun. Penanaman di lahan seperti ini mengakibatkan potensi varietas unggul tidak tercapai.

Disamping masalah on farm, penurunan rendemen juga sangat dipengaruhi oleh kinerja pabrik. Pabrik gula yang kurang efisien mengakibatkan rendemen gula menjadi sangat rendah. Kebijakan pabrik gula menetapkan rendemen kelompok juga mengakibatkan rendemen gula dari petani bukan angka riil, tetapi angka kelompok. Dari hasil pengujian menunjukkan bila petani menerapkan budidaya tebu yang baik, maka produktivitas tebu bisa mencapai lebih dari 100 ton/ha dan rendemen gulanya mencapai 10% bahkan lebih, asalkan kebutuhan minimum tanaman tebu terpenuhi diantaranya kebutuhan air pada saat per tumbuhan tanaman.

Kepala Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan (Kapuslitbang Perkebunan) Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Kementerian Pertanian (Balitbang Kementan), Dr. Ir. Fadjry Djufry, M.Si mengatakan baru sekitar 3 tahun Balitbang menangani tebu yaitu sejak 2011 dan baru efektif tahun 2012, dan untuk menghasilkan varietas baru sebenarnya dibutuhkan waktu 8-11 tahun.

Saat ini Litbang terus melakukan penelitian baik secara mandiri maupun bekerjasama dengan institusi penelitian lainnya seperti P3GI dan perguruan tinggi, baik perakitan varietas unggul baru yang tahan cekaman lingkungan (kekeringan dan basah). “Ditargetkan varietas unggul tersebut akan dilepas pada tahun 2017, tentunya didukung dengan teknologi dan budidaya,” tambahnya.

Varietas unggul baru yang telah di desain diharapkan produktivitasnya antara 80-120 ton/ha di lahan kering, toleran terhadap kekurangan air terutama untuk wilayah yang curah hujannya rendah. Selain itu, juga varietas yang produktivitasnya lebih dari 100 ton/ha dan lebih toleran terhadap iklim basah, yaitu untuk daerah yang curah hujannya tinggi. Agar varietas baru cepat diadopsi oleh masyarakat, saat ini Litbang telah membuat demplot dalam skala luas yang melibatkan petani tebu secara aktif, dengan menggunakan semua teknologi mulai dari varietas unggul baru dan teknologi budidaya yang baik.

Selain itu juga diterapkan budidaya tebu di 24 Kabupaten dari 10 Propinsi termasuk wilayah pengembangan tebu, sehingga produktivitas tebu dilahan petani dapat ditingkatkan hingga 30 persen. Tahun 2017 menurut Fadjry, diharapkan Litbang sudah bisa melepas 1-3 varietas unggul baru untuk pengembangan di lahan kering dan daerah beriklim basah. Teknologi pembibitan sistim budchip dengan HWT, pengaturan pola tanam tebu, nantinya ditargetkan potensi produksi lebih dari 100 ton/ha dan rendemen 12 %. Produksi riil diharapkan 100 ton, rendemen efektif 10% atau hablur yang diperoleh lebih tinggi sekitar 10 ton/hektar.

Untuk mengurangi impor beras dan meningkatkan produktivitas gula nasional, pemerintah harus memperbaiki dan meningkatkan kinerja pabrik khususnya BUMN. PG swasta yang memiliki kinerja pabrik cukup tinggi, harus menerapkan manajemen pabrik yang baik yang menguntungkan kedua belah pihak yaitu PG dan petani. Menurut Fadjry sangatlah memungkinkan kebutuhan gula nasional bisa terpenuhi dan tidak melakukan impor, bila semua teknologi on farm untuk menghasilkan tebu telah dimiliki mulai dari varietas unggul hingga pasca panen. Karena saat ini, belum semua teknologi budidaya yang baik, diterapkan oleh petani tebu. “Sisi on farm, bila semua teknologi tersebut diterapkan oleh petani dengan baik dan benar, maka produksi gula dapat mencapai 10 ton/ha. Potensi on farm tetap harus di dukung dengan off farm, meliputi kinerja pabrik dan manajemen pabrik yang baik,” tegasnya.

Untuk mendorong swasembada gula diakhir 2019, Litbang juga giat mempersiapkan mekanisasi dan perbaikan fasilitas pengairan (pembuatan embung) untuk komoditas tebu. Dengan mekanisasi yang modern dan perbaharukan, diharapkan penanaman, produktiftas, sampai pasca panen akan lebih cepat dan lebih efisien sehingga dapat menguntungkan petani tebu. Karena petani tebu saat ini,tidaklah seulet petani hortikultura atau pangan pangan lainnya. Dengan mekanisasi yang modern, nantinya akan lebih menimbulkan gairah dan semangat yang lebih tinggi bagi petani tebu. SY