Ekspor Produk Ayam Olahan, Bukti Indonesia Mampu Atasi Flu Burung

udin abay | Senin, 13 Maret 2017 , 23:42:00 WIB

Swadayaonline.com - Sebanyak 5.999,25 Kg dalam 1000 karton produk ayam olahan milik PT. Charoen Pokphand Indonesia, resmi dilepas Staf Ahli Menteri Pertanian Bidang Perdagangan dan Hubungan Internasional Kementerian Pertanian (Kementan), Mat Syukur, pada ekspor perdananya ke Papua Nugini (PNG). Produk ayam olahan kembali diekspor setelah vakum sejak 2003 saat terjadi wabah flu burung di Indonesia.

Badan Karantina Pertanian (Barantan) selaku penjamin kesehatan dan keamanan produk hewan, telah melakukan berbagai pemeriksaan fisik dan tindakan karantina lainnya sesuai persyaratan yang diminta negara tujuan. Selanjutnya produk tersebut akan dikapalkan melalui pelabuhan Tanjung Priok. (13/3/2017)

Petugas karantina telah memberikan sertifikat sanitasi produk hewan (KH.10) sebagai bukti persyaratan teknis kesehatan, aman dan keutuhan. Ekspor perdana ayam tersebut merupakan tindak lanjut dari kesepakatan karantina Indonesia dan karantina PNG terkait dengan protokol tindakan karantina tentang pemasukan dan pengeluaran produk pangan dan pertanian ke dua negara tersebut.

Kasus merebaknya flu burung tahun 2003, telah menjadi pelajaran berharga bagi bangsa Indonesia. Karena berakibat pada perekonomian bahkan kesehatan manusia yang dapat tertular penyakit Avian Influenza (AI) atau flu burung (zoonosis). Karena selama Indonesia masih belum bisa mengendalian virus  tersebut, selama itu Indonesia akan terkekang dari ekonomi dagang unggas.

Pasalnya sejak memasuki Masyarakat Ekonomi Asean (MEA), Indonesia belum bisa mengekspor hasil unggas karena belum dinyatakan bebas dari virus AI. Sejak 2016, Kementan mencatat tentang keberhasilan dalam mendorong ekspor telur ayam tetas ke Myanmar sebanyak 450,128 ton. Selain itu, ekspor sarang walet sebanyak 19,39 ton dengan nilai US$ 7,5 miliar telah masuk ke Cina.   

Begitu pula ekspor ayam beku asal Indonesia telah mendapat persetujuan khususnya standar sanitary and phytosanitary (SPS) dari negara Jepang dan Korea Selatan, tinggal menunggu saatnya para pebisnis kedua negara merealisasikan ekspor produk tersebut. Pemerintah berharap, keberhasilan ekspor ke Papua Nugini dapat pula di realisasikan ke Jepang dan Korea Selatan.

Sekretaris Barantan, Sujarwanto mengatakan setiap eksportir harus mempunyai nomor kontrol veteriner (NKV) sebagai syarat bisa ekspor produknya serta adanya perbaikan sistem kesehatan hewan yang ada di unit usaha baik kompartemen maupun prosesing terhadap jaminan pangan. “Kita terus membantu memfasilitasi pemasaran unggas ke negara yang sekiranya bisa menerima. Dengan PNG sendiri sudah ada kesepakatan sejak tahun 2016, kini hanya tinggal penandatangannya saja dan ekspor ini merupakan hasil kesepakatan tersebut,” ujarnya.

Sujarwanto menambahkan, kedepannya ekspor dilanjutkan ke negara Timur Tengah seperti Arab saudi dan Kuwait, karena saat ini pemerintah secara intens sedang melakukan kerjasama antar kedua negara. Menurutnya, dengan ekspor perdana ini ada yang sangat penting yaitu Indonesia telah diakui dan mampu mengendalikan AI, mampu memenuhi kebutuhan keamanan pangan dan kebutuhan global. Satu sisi juga memperkuat ekonomi dalam negeri, dan di satu sisi memanfaatkan peluang pasar diluar. Indonesia juga sudah ekspor telur tetas dan burung walet, ini membuktikan kita mampu mengendalikan virus AI sementara dinegara lain masih dalam proses mengendalikan virus tersebut. SY