Strategi Kementan Swasembada Gula 2019

udin abay | Kamis, 08 Juni 2017 , 19:56:00 WIB

Swadayaonline.com - Direktorat Jenderal (Ditjen) Perkebunan saat ini fokus pada peningkatan produktivitas tebu dan ketersediaan bibit untuk mengejar target swasembada gula konsumsi sebesar 3 juta ton pada 2019. Produksi gula konsumsi saat ini baru mencapai 2,5 juta ton dengan areal 450.000 ha dan produktivitas 6 ton gula per ha. Direktur Tanaman Semusim dan Rempah Ditjen Perkebunan Kementerian Pertanian Agus Wahyudi memproyeksi produksi gula konsumsi tahun ini tak mampu melampaui target 2,5 juta ton. Namun demikian, dirinya berharap produksi gula konsumsi dapat melampaui perolehan tahun lalu sebesar 2,2 juta ton.

Menurut Agus, saat ini curah hujan masih sangat tinggi, sehingga akan menekan rendemen tebu. Seperti produksi 2016, curah hujan yang tinggi menekan rendemen dari 7,3% pada 2015 menjadi 6,4% pada 2016. "Mudah-mudahan bisa melebihi dari tahun lalu. Namun, jika terus menerus mendung seperti ini, maka tanda-tanda produksi tahun ini agak berat," ujarnya pada diskusi yang diselenggarakan Media Perkebunan dengan tema Mampukah Gula Indonesia Berdaya Saing? (8/6/2017).

Guna mencapai target tiga tahun kedepan tersebut, menurutnya diperlukan kebun tebu seluas 500.000 ha dan produtivitas 6 ton gula per ha. Artinya, defisit lahan sebesar 50.000 ha dan produktivitas 0,5 ton gula per ha. Produktivitas 6 ton gula per ha dapat dicapai dengan rendemen 8% dan produktivitas 75 ton tebu per ha. Dirinya optimis optimis target ini dapat tercapai, sebab produktivitas 6,11 ton gula per ha pernah dicapai dengan luas kebun tebu 477.000 ha pada 2008 dan 2013. Namun, sejak itu pula produktivitas terus menurun hingga di 2016 sebesar 5 ton gula per ha.

Saat ini pemerintah tengah gencar melakukan perluasan 50.000 ha kebun tebu secara bertahap. Tahap pertama, perluasan 15.000 ha kebun tebu dapat tercapai di tahun ini dan mendatang. Caranya yaitu dengan mengembalikan areal tebu rakyat yang pernah dicapai seluas 20.000 ha, perluasan areal tebu rakyat baru seluas 10.000 ha, dan perluasan areal tebu Pabrik Gula (PG) baru di luar jawa. "Produktivitas saat ini 74 ton tebu per ha. Jadi untuk mencapai produktivitas 6 ton gula per ha, itu sangat realistis," tegasnya.

Namun demikian, untuk ketersediaan benih masih menjadi kendala perluasan kebun tebu. Oleh karena itu, Kementerian Pertanian bekerjasama dengan PG dan penangkar benih. Ketua Ikatan Ahli Gula Indonesia (IKAGI) wilayah DKI Jakarta dan Jawa Barat Agung P Murdanoto mendorong dukungan pemerintah memberikan insentif untuk penelitian sehingga mampu menghasilkan bibit tanaman yang unggul.

Insentif dirasa penting, karna Pusat Penelitian Perkebunan Gula Indonesia (P3GI) juga mengalami kesulitan ketika akan melakukan uji bibit multilokasi. P3Gi sendiri tidak memiliki lahan untuk uji coba bibitnya, sehingga terpaksa menyewa kepada pabrik gula. Ikatan Ahli Gula Indonesia (Ikagi) mengkhawatirkan dampak kebijakan gula kristal rafinasi yang diproses dari gula mentah impor hanya diperdagangkan melalui mekanisme pasar lelang komoditas.

Sekretaris Jenderal Ikagi Agung Murdanoto, mengaku khawatir kebijakan itu akan membuat harga gula kristal putih jatuh. Dengan gula rafinasi diperdagangkan melalui bursa lelang, harganya akan dapat dengan mudah dipantau semua pihak. Karena gula rafinasi ini HPP (harga patokan gula petani) rendah, harga jualnya juga rendah, maka harga ini dikhawatirkan menarik harga gula kristal putih jadi ke bawah. Sehingga ada kemungkinan ke depan tidak ada perbedaan harga gula kristal putih dan gula rafinasi.

Padahal menurutnya, produksi gula kristal putih yang dihasilkan di dalam negeri diharapkan dapat mensejahterakan petani lokal. "Kalau memang betul terjadi maka ini akan jadi momok yang harus disikapi bersama. Sebelumnya aturan tersebut telah diterbitkan dalam Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) No. 16/M-DAG/PER/3/2017 tentang Perdagangan GKR melalui Pasar Lelang Komoditas. Kebijakan itu dilakukan untuk memotong mata rantai pemasaran dan distribusi yang panjang serta menjamin dan menjaga ketersediaan, penyebaran, dan stabilitas harga gula nasional, juga memberi kesempatan usaha yang sama bagi industri besar dan kecil dalam memperoleh GKR,” ujarnya.
Dengan adanya peraturan ini, menurutnya para produsen gula kristal rafinasi (GKR) yang mengimpor gula kristal mentah juga wajib menjual hasilnya melalui pasar lelang komoditas. Penyelenggara pasar lelangnya pun akan ditetapkan langsung oleh Menteri Perdagangan termasuk harga batas yang nantinya akan ditetapkan secara berkala. Namun, peraturan ini tidak berlaku bagi industri GKR yang hasil produksinya akan di ekspor. SY