Pengairan Cara Mencapai Target Produksi Pangan

udin abay | Jum'at, 13 Oktober 2017 , 21:45:00 WIB

Swadayaonline.com - "Permasalahan yang harus kita hadapi adalah bagaimana dapat mengalirkan air dari sumbernya ke areal pertanian karena sumber air kita banyak, tapi sayangnya banyak saluran irigasi yang rusak," kata Sekretaris Direktorat Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian, Abdul Majid.

Makanya kegiatan untuk masalah air adalah rehabilitasi jaringan irigasi tersier Rehabiltasi Jaringan Irigasi Tersier (RJIT) adalah kegiatan utama di Kementerian Pertanian. Ini untuk mendukung subsektor tanaman pangan dan minimal meningkatkan IP 0,5. Pengembangan irigasi sawah dilaksanakan di daerah irigasi rawa baik kewenangan pemerintah pusat, provinsi, dan kabupaten/kota yang tata air makronya sudah berfungsi atau ketersediaan airnya dapat dikelola dengan baik. Ini diutamakan menggunakan ferrocement dan bangunan pelengkap dengan ukuran saluran disesuaikan dengan debit air.

Pengembangan irigasi perpompaan dilaksanakan pada daerah yang sering mengalamk kekeringan di musim kemarau walaupun mempunyai sumber air untuk digunakan pada lahan pertanian. Pengembangan ini hatus ada sumber air yang letaknya lebih tinggi atau lebih rendah dari lahan sawah yang akan diairi.

Pengembangan embung, dam parit, dan long storage mempunyai tujuan masing-masing. Embung bertujuan melakukan konservasi air yang berlebih untuk digunakan pada musim kemarau. Diutamakan pada daerah cekungan tempat mengalirnga aliran permukaan saat hujan. Dam parit tujuannya untuk menaikan elevasi air dengan membendung sungai-sungai kecil untuk dialirkan ke sawah. Long storage dibangjn pada saluran drainase alami atau secara alamiah tempat mengalirnya air menuju sungai atau laut. Berfungsi sebagai konservasi air sebelum terbuang ke laut.

"Semua kegiatan yang kami lakukan ini targeg akhirnya adalah peningkatan produksi pangan. Karena selama ini kenapa kita sulit mencapai swasembada karena keterbatasan air," pungkas Abdul Majid. 

Di Desa Karang Tinoto sendiri ada Himpunan Petani Pemakai Air (Hippa) yang mampu mememanfaatkan dan memanajemen pengairan yang diambil langsung dari Sungai Bengawan Solo, yakni Hippa Tirto Tinoto. 

Hippa Tirto Tinoto sendiri daerahnya adalah daerah kurang beruntung. Apabila musim kemarau, kekurangan air tetapi pada saat musim hujan sering terkirim banjir, sehingga tidak bisa melakukan usaha tani. Kondisi seperti ini membuat petani sering mengeluh karena selalu terkan puso. “Karena keadaan inilah mereka hanya bias tanam satu kali, yakni pada musim kemarau,” kata Abdul Majid.

Pada tahun 1993, mendapatkan bantuan proyek dari Jepang, yakni Hippa Tirto Tinoto melaksanakan kegiatan pompanisasi melalui penyedotan air dari Bengawan Solo menggunakan pompa. Kegiatan ini berjalan sampai 3 tahun, tetapi sayangnya pompa airnya sering terendam banjir. 

Agar berjalan dan di tahun 1994-2003 melakukan kerjasama dengna swasta. Berkat pengelolaan yang baik, akhirnya Hippa Tirto Tinoto mampu membeli seluruh pengelolaan pompanisasi, sehingga sekarang mereka melakukan secara swadaya. “Ini yang saya salut dari Hippa Tirto Tinoto mereka mampu mengelola pengairan, tetapi dengan cara mandiri,” ujar Abdul Majid.

Menurut Ketua I Hippa Tirto Tinoto, Kasadi, memperoleh air dari Sungai Bengawan Solo melalui dua titik pengambilan dan dialirkan ke saluran sekunder daerah irigasi Maibit sehingga membentuk jaringan tersier dengan luas layanan: Blok I 81 ha, Blok II 71 ha, Blok III 91 ha, dan Blok IV 83 ha. "Wilayah ini tersebar di empat kelompok tani (poktan). Poktan Karang Tani I, Poktan Karang Tani II, Poktan Karang Tani III, dan Poktan Karang Tani IV," jelas Kasadi.

Layanan irigasi pompa di Hippa Tirto Tinoto mengikuti tata cara tanam sampai 3 kali (IP 3 kali). Musim Tanam I dilakuka  antara bulan April sampai Agustus dengan luas tanam padi 500 ha. Musim Tanam II dilakukan antara bulan September sampai Desember dengan luas 500 ha. Musim Tanam III dilakukan petani secara bebas pada bulan Januari sampai April dengan pengairan tadah hujan. "Produktivitasnya pun tinggi. Mampu menembus hingga 12 ton per ha,"ujar Kasadi. 

LTT Capai 100 Persen Lebih
Luas tambah tanam (LTT) di Tuban, Jawa Timur melampaui dari target. Seperti yang diceritakan oleh Kepala Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Kab. Tuban, Murtadjie mengatakan tercapainya target LTT di Tuban berkat sistem pengairan yang baik serta penggunaan alat dan mesin pertanian (alsintan) yang sudah hampir di seluruh pertanian di Tuban.

"Di Tuban sendiri ada Himpunan Petani Pemakai Air (Hippa) yang kinerjanya sangat baik. Mampu mengelola pengairan di saat musim kemarau dan hujan. Untuk alsintan sendiri, kami sudah memakai brigade alsintan agar pemakaiannya bisa merata di seluruh Tuban," jelas Murtadjie.

Di Tuban sendiri untuk padi sudah mengalami surplus 54 persen dengan target 600 ribu ton dan rata-rata Indeks Pertanaman (IP) sudah 2-3 kali. Produktvitas padi di Tuban 6-6,5 ton per ha Gabah Kering Giling (GKG), sedangkan untuk jagung 6 ton per ha Pipilan Kering (PK). "Harga Gabah Kering Panen (GKP) di Tuban ini termasuk bagus. Harga GKP yang manual (no combine harvester) Rp 4.500 per kg, sedangkan yang sudah menggunakan combine harvester (CH) Rp 5.300 per kg," jelas Murtadjie.

Adanya perbedaan harga dengan yang manual dan alsintan (mekanisasi) tentu membuat petani di Tuban semangat beralih ke mekanisasi. "Inilah dampak dari menggunakan alsintan. Ada perbedaan harga yang lumayan signifikan. Makanya penggunaan alsintan ini dengan menggunakan brigade alsintan," jelas Murtadjie.

Brigade alsintan ini diperlukan di Tuban karena apabila diberi langsung ke petani, masih ada ego antar kelompok. Murtadjie menjelaskan bahwa bantuan itu diberikan ke Kelompok Tani (Poktan). Karena ada rasa memiliki, ketika sudah dipakai didiamkan tanpa dipinjamkan atau disewakan ke daerah lain yang membutuhkan. Makanya sekarang bantuan alsintan, langsung diberikan ke brigade alsintan. "Dengan demikian tidak ada lagi permasalahan ego di petani. Alsintan dapat digunakan oleh seluruh petani," pungkas Murtadjie. SY